“Puisikan lagi, puisi mu untukku. sekarang dan jangan pernah terhenti”
“Puisiku tidak berhenti, sejak kemarin silam, sampai entah kapan. Di malam yang pekat, ketika kau rasakan kesyahduan, itu adalah puisiku. Di setiap rintik yang curah, pun adalah puisiku. Sebab, sunyi adalah riang. Terkatup, adalah tarian yang harmonis”
Malam makin menjilati raga ku
Dan membawaku kedalam ruang yang ku tahu syahwatmu
Kau perempuan
Jelaskan padaku
Bolehkah aku menyandingkan desahanku, di sisi pembaringan mu
Ketika kamu dan dirimu terus menerus meliuk-liuk anggun, maka bagaimana mungkin ada rumus untuk jengah, seembusan nafas sekalipun... Sebab, tanah tidak pernah peduli dengan banjir yang selalu mengintai. Ia akan tetap setia pada sebuah makhluk bernama hujan. Apa dan bagaimana pun setelahnya
Gontai, mengayun langkah menjemput sepi
Memeluknya, mengeja setiap detak sunyinya
Hingga terlelap didekap pekat yang merayap..