Kagum sekaligus Geli aku ketika tadi pagi ngeliat acara sepeda santai dalam rangka HUT kabupaten Subang, kabupaten tempat ku kini bernapas. Kagum, karena sampai saat ini, sepeda yang terakhir aku naiki yang merupakan hak milikku (hak milik almarhum bapak ku, sebenarnya) ternyata masih esksis di tengah-tengah sepeda ”Mustang” (di kampungku, apapun itu mereknya, selagi bukan sepeda mini, onthel dan “BMX” (sebenarnya BMX juga mungkin merek dari salah satu sepeda) selagi itu sepeda “zaman sekarang” disebutnya Mustang). Dan ternyata, sejak lebih dari 15 tahun lalu, warnanya, ya tetep kaya gitu.
Sebenarnya, sudah hampir setiap ada acara sepeda santai, aku ngeliat sepeda “Oemar Bakri” itu menyelinap di antara sepeda-sepeda zaman sekarang ini. Tapi, sejak aku kenal dengan salah seorang kolektor sepeda Antik itu, aku mulai bener-bener memiliki kekaguman yang WAH. Dari perkenalanku dengan kolektor, (Kang Endang aku biasa nyebut dia), aku sedikit banyak tau bagaimana sepeda “purba” itu. Dari mulai merek, Negara asal, kwalitas dan tetek-bengeknya sepeda “kumbang” itu yang sebelumnya belum pernah aku tau.
Geli, karena ternyata Onthel pun bisa “bertingkah” kaya sepeda BMX (atau apa sebutannya ya, bagi sepeda“pacarnya” sepeda mini itu?) Dengan tubuh yang “bongsor” si Onthel (yang katanya masih digunakan Prof Purwadi ketika ngajar di UGM) masih bisa dengan gesit dan lincah bertingkah genit. Tidak kalah-kalah banget sama “motornya” si Tessa Kaunang…
Hmm… ternyata, di tengah serbuan barang baru (yang tidak jarang hanya kuat dalam itungan tahun) sang “tua-tua keladi” itu masih bisa bertingkah genit…Emang Tua-tua keladi… biar tua juga ,ngga mau kalah sama yang muda…
Satu lagi yang aku sangat senang: Aku berhasil ngerayu sang pemilik benda antik itu untuk sekedar muter ngepot diantara produck-produck JEPANG, sepanjang 4 km dengan si tua-tua keladi itu..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H