Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan remaja Gen Z, menawarkan
akses instan terhadap informasi, hiburan, dan interaksi sosial. Namun, di balik manfaatnya,
tersembunyi dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental mereka. Generasi Z adalah generasi pertama yang tumbuh dengan kemajuan teknologi yang pesat sejak lahir. Mereka dikenal sebagai generasi yang adaptif, fleksibel, praktis, dan sangat mahir dalam teknologi (techsavvy). Namun, di balik semua keunggulan ini, mereka menghadapi tantangan serius dalam hal kesejahteraan mental.
Dan dengan hadirnya media sosial sendiri memiliki dua mata sisi. Yakni, dapat
berdampak positif jika dapat menggunakan dengan bijak atau tidak bermedia sosial dengan berperasaan dan dapat berdampak negative jika keliru dalam menggunakannya atau menggunakan secara berlebihan atau bertergantungan terhadap media sosial (dikit-dikit update sosial media).
Salah satu dampak paling mencolok dalam bermedia sosial adalah meningkatnya
perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, yang dipicu oleh budaya membandingkan diri sendiri dengan orang lain di platform seperti Instagram, TikTok, dan lainnya. Gambaran hidup sempurna yang dipamerkan di media sosial sering kali membuat remaja merasa tidak cukup baik dan kurang puas terhadap diri sendiri, menciptakan tekanan yang besar untuk selalu tampil sempurna (Insecure).
Selain itu, media sosial juga memperkuat terhadap adanya fenomena FOMO (Fear of
Missing Out), di mana remaja merasa cemas jika tidak terlibat dalam tren atau kegiatan yang sedang viral. Ketergantungan pada pengakuan dari “likes” dan komentar positif juga dapat mengganggu kesejahteraan emosional. Ketika ekspektasi sosial ini tidak terpenuhi, muncul rasa rendah diri dan bahkan depresi. Contohnya saat remaja yang sedang merayakan pencapaian yang
di dapat tetapi tidak ada yang mengucapkan atau membuat status ucacapan atas pencapaiannya yang didapat, remaja tersebut akan merasa tidak dianggap atau tidak penting.
Dengan adanya media sosial bisa menjadi pengaruh buruk terhadap kesehatan mental
remaja gen-z. media sosial (Tiktok, Instagram atau X) paling sering menyebabkan remaja semakin mendapat pengaruh negative ataupun yang sangat buruk dan gampang mempengaruhi
kehidupan asli atau kehidupan nyata seorang remaja. Dalam bermedia sosial misalnya tiktok atau instagram. Tiktok sendiri membuat mental gen-z semakin memburuk dengan adanya berita-berita yang tidak jelas ataupun mengadu domba antara para influencer. Contohnya, perselingkuhan yang selalu di umbar-umbar atau permasalahan personal yang di umbar di media sosial dan adapun kegiatan promosi di media sosial selalu mengundang minat atau selalu diikuti
remaja gen-z di media sosial adapun di instagram atau tiktok. Jikalau tidak terpenuhi maka para remaja akan merasa kurang puas atau merasa dirinya tidak mampu membeli dan jadilah mental gen-z akan memburuk (hidupnya tidak akan tenang atau terbawa di kehidupan nyata)
Jika terbawa di kehidupan nyata seorang remaja maka remaja tersebut akan selalu terbawa perasaan. Dengan bermain media sosial sendiri dapat menyebabkan remaja kehilangan interaksi sosial dan akan menggunakan gadget dengan waktu yang sangat lama, dan pada akhirnya mengisolasi atau menjadi remaja yang secara emosional meskipun mereka tampak terhubung dengan banyak orang. Akibatnya, gangguan tidur, kecemasan, dan kesepian menjadi masalah yang sangat kian meluas di kalangan remaja pengguna media sosial berat atau terus- menerus.
Faktor lainnya yang mempengaruhi kesehatan mental para gen Z, yakni sebagian besar mereka memiliki lebih dari satu akun di media sosial. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar mereka tidak ingin menampakkan jati diri aslinya di media sosial.fenomena tersebut menunjukkan kepribadian yang kurang sehat. Ibaratnya, dalam sosial media, para gen Z harus memakai banyak topeng layaknya bermain peran. Akun tersebut biasanya untuk digunakan update tentang diri sendiri agar tidak dikomentari orang lain ataupun untuk stalking akun, dan stalking tersebut terdapat terjadinya cyberbullying.
Selain terjadinya fomo terdapat pula dengan Cyberbullying Peran media sosial dalam meningkatnya kasus perundungan online, ejekan, dan penghinaan dan dampaknya terhadap harga diri serta kesehatan mental remaja. Cyberbullying seringkali berlangsung lama, dan komentar atau gambar yang merendahkan dapat menyebar dengan secara cepat dan sulit untuk dihapus, dan memperburuk rasa malu atau tekanan sosial yang dialami oleh anak-anak, dan akan menjadi kurangnya percaya diri di depan banyak orang.
Tidak hanya sisi negative saja yang terdapat bermedia sosial sendiri terdapat juga sisi positif bahwasannya bermedia sosial juga untuk mengembangkan diri, berkomunikasi dengan cepat, mendapat informasi dengan cepat dan untuk enerasi Z semakin memanfaatkan media sosial untuk membangun personal brand atau memulai bisnis mereka sendiri. Media sosial menjadi salah satu jalan penting dalam membangun portofolio dan menumbuhkan usaha secara digital. Dalam hal positif tersebut kita harus menggunakan media dengan cara optimal atau tidak terus menerus dan sangat fleksibel dimana kita tidak berpatokan terhadap kesuksesan orang lain dan menggunakan dengan sebaik-baiknya
Pada akhirnya, media sosial adalah pedang bermata dua bagi kesehatan mental remaja Gen Z. Dengan pengelolaan yang tepat dan kesadaran diri, mereka dapat memanfaatkan platform ini secara sehat, tanpa mengorbankan kesejahteraan mental. Yang terpenting, kita sebagai masyarakat harus terus mendukung upaya literasi digital dan memperjuangkan ruang yang lebih aman dan positif di dunia maya bagi generasi muda
Rekomendasi/Kesimpulan