Mohon tunggu...
Musang Sama
Musang Sama Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Ketika suara kebenaran telah diamputasi lidahnya, maka dendam akan selalu menganak-pinak

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Musang Kesiangan

6 Oktober 2013   18:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:54 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam tak lagi ia pahami sebagai waktu
dan ruang segala hening mengada, tiada
entah kapan ia melipatnya menjadi amplop
dan ia masukkan kedalam kotak matanya

makam mana lagi rupa tadi pekertinya
toh setiap kali terjaga ia, masih dalam tidur
mimpi-mimpi menarik ekornya, ia marah
lalu mengeluh pada kuncup bunga matahari

aduhai cantiknya kuning setundun pisang
emas dipohonnya yang semampai-
wahai seribu mata kegelapan pergilah dari bulunya

ia, musang kesiangan nangis kedalam semak
memungut dutir embun petik bintang
dan mengais bulan buat makan siangnya

Yogyakarta, 12/9/2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun