Musim panas telah berlalu. Begitu tak menyenangkan dengan hujan yang akan selalu datang. Apalagi kalau hujan itu datang waktu sore. Yang berarti aku akan kehilangan waktu ternikmatku untuk tenggelam dalam buku-buku yang ku baca di bangku taman. Sendiri, bersama angin dan angan-angan.
Aku berharap sore ini hujan tak mencampuri urusanku dengan buku-buku dan angin. Dari kaca jendela kantor mendung terlihat siap. Mungkin hujan akan akrab dengan tanah hingga menjelang malam. Tapi itu baru kemungkinan dan bukan harapanku.
Sepulang kerja. Dengan beberapa buku. Langkah kaki terayun pelan menuju tempat favoritku. Bangku taman kota yang menghadap ke jalanan. Mendung masih menggantung di ujung langit. Kubiarkan pasrah saja kalau-kalau hujan datang tiba-tiba. Aku telah larut bersama salah satu buku di sebuah bangku kayu kini.
Matahari sudah tak terlihat karena tertutup awan, mendung masih berkelabat, senja telah habis ketika kulangkahkan kaki meninggalkan bangku taman. Aku sudah berjalan cukup jauh saat merasa ada sesuatu yang janggal, seperti ada yang tertinggal. Salah satu bukuku. Mendadak panik. Aku berbalik dan berlari menuju bangku taman.
“Itu bukuku.” Sedikit aku berteriak.
Seorang laki-laki menoleh di bangku taman yang tadi kududuki. Ia sedang memangku laptop. Sepertinya sedang mengerjakan sesuatu atau mengetik.
“Ambil sendiri.” Dengan suara datar menjawab pertanyaanku, lebih tepatnya mungkin berimprovisasi saja atas teriakkanku yang sedikit keras tadi. Lalu kembali menatap ke layar laptopnya.
“Maaf, saya...” Aku bersuara. Ia berpaling dari layar. Menatapku. Dari matanya seperti mengisyaratkan sesuatu dengan tatapan seolah tak menyukai kehadiranku.
“Itu bukumu, ambilah dan jangan membaca di sini, duduk di tempat lain saja.” Suaranya masih datar. Aku mendadak terkejut. Sok Cool. Batinku. Tapi tampangnya lumayan menarik. Siapa juga yang mau membaca di hari yang beranjak gelap di sini.
Aku bergegas mengambil buku dan langsung ngeloyor pergi. langkahku tergesa, hari mulai gelap. Beberapa langkah setelah aku pergi. Tiba-tiba aku ingin menoleh ke arahnya. Sejenak melihat laki-laki tadi. Ia masih duduk di sana larut dengan kegiatannya. Mengapa aku merasa kesal. Sudahlah.
***
Aku sedang tenggelam dalam buku yang kubaca saat mendengar langkah kaki mendekat. Aku memalingkan wajah. Lelaki sok Cool kemarin sore itu sudah berada di sisiku dengan pandangan lurusnya. Aku melihat ke sekitar.
“Duduk di sana saja, di tempat lain, bangku ini milikku sampai nanti hari beranjak gelap.”
Aku juga bisa sok Cool dan baru saja melakukannya. Dengan sedikit memasang wajah yang datar dan berbicara menggunakan intonasi sedikit dipertinggi, seperti yang ia lakukan kemarin sore, lalu aku kembali tenggelam ke dalam buku yang kubaca. Dalam hati merasa menang. Impas. Satu sama. Dan ia pun melangkah pergi. Tetapi mengapa seperti ada penyesalan dalam hatiku. Apa karena dia lumayan menarik? Ah, sudahlah.