Mohon tunggu...
Abe Eltoru
Abe Eltoru Mohon Tunggu... lainnya -

Alpha Beta Epsilon

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Harga Rokok ala New York

2 April 2014   10:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:11 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_329640" align="aligncenter" width="562" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Harga rokok di New York itu terkenal mahal guna untuk mengurangi jumlah perokok di kota big apple tersebut. Bersama dengan aturan-aturan yang mempersempit para pecandu rokok untuk bas-bis-bus di ruang tertutup maka dengan sendirinya langkah-langkah yang diambil cukup efektif , dan terbukti bahwa jumlah perokok aktif menurun drastis terutama di kalangan muda usia.

Sementara itu , bila kita bandingkan dengan DKI Jakarta yang notabene juga sebenarnya sudauh menelurkan aturan larangan bas-bis-bus seenak jidat , melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok dan Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Baik dari segi aturan maupun sanksi juga cukup tegas sebenarnya , seperti yang tertuang di :

Pasal 41 ayat (2) jo Pasal 13 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yakni, setiap orang yang merokok di kawasan dilarang merokok di kawasan dilarang merokok diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Faktanya , aturan tinggal aturan di negeri kolam susu rasa gado-gado ini. Penegakkannya jauh panggang dari api , ibarat ikan hias sering diajak main keluar aquarium... ya megap-megap. Padahal bila aturan perda ini ditegakkan , maka baik pidana kurungan maupun denda-nya lumayan bikin keliyengan, dan jauh lebih mumpuni dibandingkan dorongan kebutuhan nikotin dari para "budak " asap tersebut. Sebatang rokok atau bahkan sekali sedot langsung didenda puluhan juta kan lebih haik nahan "asem" (sebagai seorang mantan perokok, saya pikir semua perokok dalam garis taraf kemakmuran dibawah konglomerat akan setuju).

Mengingat penegakan hukum kita yang tebang pilih , dan anget-anget selipan paha (atau yang lainnya... jangan ngeres) maka tidak ada cara lain selain memainkan harga jual atau batasan minimum harga, baik melalui cukai maupun tax sales. Lalu berapa harga rata-rata yang pantas untuk sebungkus rokok di DKI? (kita ambil contoh DKI dulu, karena untuk skala nasional akan jauh lebih ribet perhitungannya)

Rata-rata harga rokok di New York : $11

: Rp. 121.000,- (asumsi $1 = Rp. 11.000,-)

Rata-rata upah minimum regional New York : $ 1280 / bulan

: Rp. 14.080.000,-/bulan

(dengan asumsi $8 / jam x 8 jam/hari x 5 hari/minggu x 4 minggu/bulan)

Dibandingkan dengan  DKI Jakarta

Rata-rata upah minimum regional DKI : Rp. 2.441.301,-/bulan

So , UMR new york = 5.76x UMR DKI

dan harga rata-rata rokok yang sesuai bila kita mengadopsi harga dagang bas-bis-bus yang disesuaikan adalah : Rp. 121.000,- : 5,76  = Rp. 21.000,- / bungkus (dibulatkan seharusnya Rp. 20.979)

Dengan harga rata-rata 21.000 rupiah saya pikir akan jauh lebih efektif untuk membunuh benih-benih perokok baru, bahwa dengan sendirinya anak-anak sekolah akan kesulitan untuk membiayai program pemendekan nafas tersebut mengingat harganya yang memang jauh lebih mahal dan bisa kelaparan juga tidak pulang kalau mengkonsumsi rokok (pulang pergi jalan kaki, perut laper, haus gak bisa jajan, demi rokok? hehe).

[caption id="" align="aligncenter" width="350" caption="sumber : kpalana.com"]

[/caption]

Pertanyaan lama kemudian akan muncul kembali, aturan tinggal aturan , penegakkannya bagaimana? Bagaimana dengan peredaran rokok illegal? Pita cukai palsu? dan belum lagi pertanyaan-pertanyaan Vicious cycle ala Front Pembela Asap, mengenai nasib petani tembakau, pekerja industri rokok dan lain sebagainya. Namun demikian, bila dengan harga yang sudah di mark-up kemudian masih belum efektif juga, apalagi dengan harga saat ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun