Mohon tunggu...
Abdy Busthan
Abdy Busthan Mohon Tunggu... Penulis, Dosen dan Peneliti -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi yang Minus Toleransi

11 Januari 2018   09:37 Diperbarui: 11 Januari 2018   10:00 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2018 bisa kita katakan sebagai tahun eksklusif bagi bangsa Indonesia. Mengapa? Sebab ditahun ini kita kembali akan memasuki pesta demokrasi untuk kesekian kalinya. Ya, pesta demokrasi yang konon 'katanya', hadir dengan segelintir harapan akan persamaan hak dan kewajiban. Juga yang 'katanya' hadir dengan kesetaraan dan keterbukaan akan perbedaan dari keragaman suku, etnis, budaya, adat istiadat, serta agama dalam masyarakatnya.

Namun pertanyaannya, apakah benar demikian adanya???

Dalam transisi demokrasi dunia, negara Indonesia disamping negara Turki, selalu dianggap sebagai "lambang" perkembangan demokrasi yang berjalan dalam iklim mayoritas penduduk Muslim yang toleran. Anggapan ini bisa benar, tetapi bisa juga tidak. Benar, jika demokrasi itu berjalan dengan semestinya, tanpa adanya diskriminasi suku, agama, status sosial dan lain sebagainya. Tidak benar, jika terjadi hal sebaliknya, di mana diskriminasi suku, agama, status sosial dan lain sebagainya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun fakta realitas tentang pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara (baca: demokrasi) ini, rasanya bagaikan seorang menulis di atas air. Bagaimana tidak, demokrasi Indonesia ibarat emblem kosong yang tak bermakna.

Ya, demokrasi terlihat berjalan tanpa toleransi! Demokrasi tidak menyentuh sisi terdalam tentang bagaimana manusia harus beradaptasi dengan hal-hal yang berbeda dengannya. Pada keadaan seperti begini, kebebasan hak dan kewajiban pun dimarjinalisasikan dengan sangat sempurna.

Dalam kemajemukan masyarakat Indonesia, warna warni kehidupan yang ada tidak dengan serta-mertanya berjalan sebagaimana mestinya. Sebab, perbedaan demi perbedaan yang muncul, justru kian babak belur karena harus berbenturan dengan "konflik". Ini sangat beralasan sekali! Mengingat berbagai konflik horizontal bahkan vertikal, kerapkali datang menghancurkan tatanan kehidupan bersama.

Ironisnya lagi, dalam keadaan yang hancur ini, tidak jarang negara terjebak dalam kontrolnya yang berlebihan atas kehidupan beragama. Akibatnya, instrumen hukum pun menjadi rentan terhadap sesuatu yang multi tafsir dan multi spekulatif. Hukum agama kemudian ditinggikan di atas hukum sipil yang semestinya bebas dari bias agama.

Sulit untuk dipungkiri bahwa wajah persada pertiwi dewasa ini memang kerapkali diwarnai oleh  sejumlah aksi kekerasan kolektif, intoleransi,  dan gerakan  anti-pluralitas.Sepanjang sejarah kehidupan sosial di medan merdeka ini, rangkaian konflik akibat perbedaan agama juga menjadi kenyataan yang sulit terhindarkan. Perbedaan yang sejatinya bisa menjadi roh kemajuan peradaban bangsa ini justru menjelma sebagai lahan subur bagi bertumbuhnya pohon kekerasan, yang memecah belah umat beragama hingga berujung pada tragedi berdarah dan memakan banyak korban. Di mana-mana, kehidupan pun terasa penuh dengan ketegangan dan kecurigaan terhadap sesama. Umat tidak lagi melihat perbedaan agama sebagai sesuatu yang perlu dihargai melalui toleransi yang mendalam, tetapi perbedaan justru menjadi muara tempat mengalirnya intoleransi yang sangat anarkistis. Pada titik seperti ini, perbedaan akhirnya disingkirkan, demi menegakkan prinsip Jihad yang tidak mengikuti Sunnah Rasul.

Intoleransi pun menyebar dalam bentuk kebencian, rasisme dan diskriminasi dalam berbagai wujud. Dalam keadaan demikian, maka sejatinya esensi "toleransi" dalam kehidupan bersama mesti didengungkan, sekaligus dimaknai kembali.

Jika saja, toleransi dikembalikan kepada tempat asalnya (baca: makna sebenarnya), maka tentu ia akan selalu menjadi sebuah keniscayaan yang terus dikobarkan di medan merdeka ini. Sehingga bukan tidak mungkin bangsa ini akan tetap terkenang dengan kemakmuran dalam keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.

Salam..Wassalam .. Hormat di bri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun