[caption id="attachment_61789" align="alignleft" width="274" caption="google.co.id"][/caption] Semburat senyum teronggok dihadapanku. Senyum yang hadir dari bibir tipis seorang gadis berkerudung coklat. Bersama bening matanya menghantarkan cerita penghias hangatnya malam. Ia hanya beberapa inchi dari hadapanku. Namun mata ini seperti tak mampu memandanginya lebih lama, mendengar suaranya saja sudah terpental-pental jantung ini. Ditambah lagi tawanya yang lembut. Makin tercabik-cabik dada ini. Ingin sekali mengajaknya bercerita, tapi kusulit berkata-kata, karena ku bukan pembual dan pujangga, bukan Larry King, bukan pula Cassanova. Hanya sekedar bertukar nama dan bertanya alamat rumah, sudah cukuplah kurasa. Ia sudah mendesak untuk bersegera pulang. Menyudahi cerita persahabatan lalu mendesak temannya untuk mengantarnya sampai diujung gang. Gadis yang baik memang jarang menghabiskan malam. Untung saja sempat bertanya ini itu saat mengiringinya diperjalanan. Temannya adalah temanku. Matanya berkejap membaca gelagat dan bahasa tubuhku. Ia tau setelah getar jiwa ini muncrat tak terkendali. Ia katakan sesuatu yang tak kuinginkan sama sekali, "jangan patah hati, ia sudah punya kekasih," katanya sambil tertawa ringkih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H