Mohon tunggu...
Abdurroyyan Raizal
Abdurroyyan Raizal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Resilience in Nature : Adapting to Enviromental and Economic Change

27 September 2024   23:50 Diperbarui: 27 September 2024   23:50 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Moderator : Muhammad Haikal

Narasumber : Ady Saiman

21 September 2024, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, namun kekayaan tersebut membuat negara ini menghadapi tantangan serius dalam menjaga kelestariannya. Dalam beberapa dekade terakhir, kerusakan lingkungan semakin parah, mulai dari deforestasi, polusi udara, hingga pencemaran air. Tekanan ekonomi dan pertumbuhan industri yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan memperburuk keadaan ini.

Tingkat Deforestasi yang Tinggi di Indonesia

Indonesia termasuk negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia. Alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur menjadi faktor utama hilangnya hutan. Menurut laporan Global Forest Watch, jutaan hektar hutan hilang setiap tahun. Hilangnya hutan tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga memperburuk perubahan iklim.

Ady Saiman, seorang aktivis lingkungan dari Komunitas Peduli Ciliwung, menjelaskan bahwa deforestasi di daerah aliran sungai merusak ekosistem air dan memperparah pencemaran. "Ketika hutan ditebang, erosi tanah meningkat, menyebabkan sedimen masuk ke sungai seperti Ciliwung, yang berdampak pada kualitas air dan habitat di dalamnya," ungkap Ady.

Sampah Plastik di Laut: Ancaman Serius

Selain deforestasi, Indonesia juga menghadapi masalah besar dengan limbah plastik. Laut Indonesia, yang kaya akan keanekaragaman hayati, kini terancam oleh meningkatnya volume sampah plastik. Indonesia diperkirakan sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Limbah ini tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga membahayakan satwa laut seperti penyu, ikan, dan burung yang sering terjerat atau salah mengira plastik sebagai makanan.

"Sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik di darat terbawa ke sungai, termasuk Ciliwung, dan berakhir di laut. Meskipun ada kegiatan pembersihan rutin, jumlah sampah terus bertambah karena manajemen limbah yang buruk dan pola konsumsi yang tidak berkelanjutan," jelas Ady.

Kerusakan Lingkungan: Polusi Udara dan Air

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun