Sering sekali terjadi kasus saat bantuan tunai dari pemerintah, yang notabene diperuntukan warga prasejahtera, menyasar kepada warga yang mampu, bahkan disaat menerima bantuan tersebut ada saja yang menggunakan perhiasan yang mencolok bahwa dia sejatinya masyarakat yang mampu.
Oleh karena itu acuan data harus valid, dengan kriteria yang berhak menerimanya. Begitu pula yang harus dipertimbangkan panitia zakat di mushola dan masjid tentang kriteria penerima zakat, terutama dari kalangan fakir dan miskin.
Menurut asy syekh Al habib Muhammad bin Ahmad bin Umar asy Syatiri di dalam kitabnya syarh Yaqutun Nafis diterangkanÂ
Fakir adalah orang yang mempunyai harta penghasilan tetapi harta penghasilan tersebut di bawah 50% untuk menafkahi dirinya dan keluarganya
Contoh : jika dalam satu bulan seseorang berpenghasilan rata-rata Rp 1.500.000,- sementara beban yang dia tanggung untuk dirinya dan keluarga sebesar Rp 3.000.000,- maka dia termasuk faqir
Sedangkan miskin adalah orang yang mempunyai harta penghasilan lebih dari 50% tetapi belum mencapai 100% untuk menafkahi dirinya dan keluarganya.
Contoh : jika dalam satu bulan seseorang berpenghasilan Rp 2.000.000,- sementara beban yang ditanggungnya sebesar Rp 3.000.000,- maka dia dikategorikan miskin.
Maka diperlukan kehati hatian dan kejelian panitia zakat, alangkah elok melibatkan peran RT dan RW setempat untuk verivikasi data, karena mereka pasti paham akan kondisi warganya dengan catatan tidak seperti mendata BLT yang terkesan tebang pilih. Wallahu a'lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H