Pertama : Setelah 3 tahun menghilang pada tahun 2017, pelaku menyerahkan diri ke polisi pada akhir Desember 2019. Â Menurut pelaku memberi pelajaran itu dilakukan, karena Novel dinilai telah mengkhianati institusi Polri.
Mungkin mereka  Provos dari satuan fungsi pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas membantu pimpinan untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Memang tidak bisa diomongin baik-baik. Apakah pelajaran harus air keras?
Kedua: Dari informasi yang didapat, pelaku diketahui sebanyak dua orang dan merupakan anggota kepolisian dengan pangkat Brigadir.Â
Dalam SOP kepolisian, Mereka tidak bisa melakukan tindakan disiplin dengan tindakan fisik yang bersifat membina yang dijatuhkan air keras secara langsung kepada mantan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.Â
Ketiga : Dipersidangkan mereka menyebut tidak sengaja melakukan penyiraman air keras.
Dalam proses memberikan pelajaran pada pak Novel. Saya baru mengetahui semua pelajaran tanpa ketidaksengajaan. Tidak sengaja kok setelah solat subuh, tidak sengaja kok kena mata, dan tidak sengaja kok ingin memberikan pelajaran tapi bisa pas.
Keempat : Faktanya, Novel Baswedan lulus dari Akpol  terbaik dengan pangkat terakhir komisaris polisi (kompol) dari satuan reserse dengan segudang prestasi. Novel lebih bersinar setelah pindah di KPK.
Masa iya sih kompol butuh pelajaran dari brigadir. Mungkin ada yang iri dengan pak Novel lebih bersinar setelah pindah ke KPK. Mungkin lho!
Kelima : Proses masuk polisi itu "susah bukan main"Â dengan penerapan program "Promoter" atau profesional, modern, terpercaya yang dicanangkannya menunjukkan hasil positif.
Mereka terlalu profesional dalam bertindak terutama memberi pelajaran dengan air keras  setelah itu mereka kehilangan pangkat brigadir dan positif  menghilangkan mata pak Novel. Sungguh positif!