Suku Betawi salah satu suku bangsa di Indonesia yang penduduknya umumnya bertempat tinggal di Jakarta. Mereka terbiasa dipimpin suku minoritas Tionghoa dan Arab eksistensi orang betawi dalam kepemimpinan sosial, politik, dan ekonomi menurun.
Pengetahuan minoritas Tionghoa dan Arab bahwa mereka dari luar Jakarta untuk memilik kelompok sosial di Jakarta bersama-sama dengan beberapa makna emosional dan nilai dari keanggotaan suku betawi.
Dalam setiap kelompok atau individu memiliki sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari sebuah usaha untuk dikenal oleh pihak lain berbeda dengan suku betawi melepaskan kepemimpinan sosial, politik, dan ekonomi kepada kelompok dan suku lain yang menginginkan kekuasaan di Jakarta.
1. Pengenalan Identitas Diri di Jakarta Penting
Pengenalan tersebut terjadi di Jakarta dengan berbagai cara atau usaha, sampai kemudian dikatakan sebagai identitas kelompok atau identitas lain. Suku Betawi dapat dirumuskan sebagai ciri-ciri khas membuka ruang kepemimpinan dari berbagai suku di Indonesia.
Identitas dibedakan menjadi dua macam yaitu identitas pribadi dan identitas ego. Identitas pribadi suku betawi memang berbeda dengan suku lain namun identitas ego terhadap kepemimpinan rendah sehingga siapa pun ingin menjadi pemimpin Jakarta terbuka luas.
Suku betawi memiliki otonom yang mampu menyelesaikan konflik-konflik di dalam batinnya sendiri serta masyarakatnya. Proses pembentukan identitas terjadi secara perlahan-lahan dan pada awalnya terjadi secara sadar dalam penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural.
Secara hakiki, dalam identitas suku betawi terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.
2. Eksistensi Minoritas di Jakarta Meningkat
Setiap minoritas di Jakarta berusaha membangun sebuah identitas sosial sebuah representasi diri yang membantu kita mengkonseptualisasikan penerimaan di Jakarta. Dengan mengetahui siapa diri kita, kita akan dapat mengetahui siapa diri (Self) dan siapa yang lain (Others).
Kedekatan psikologis dimana suku betawi dalam suatu kelompok memiliki tujuan dan pemikiran yang sama dan bentuk kedekatan fisik misalnya intensitas dalam pertemuan membuat penerimaan di Jakarta.
Kategori sosial hidung mancung keturunan Arab dan mata sipit dari keturunan Tionghoa akan memiliki arti dan berfungsi untuk membedakan antara mereka yang non-suku betawi dan mereka yang suku betawi hal ini disebut kategori kontras yang muncul, ada, timbul, memiliki keberadaan aktual.
3. Kuatnya Citra Minoritas di Jakarta
Identitas sosial dalam satu kelompok bergantung pada citra yang dibentuk dan melekat pada anggota kelompoknya. Misalkan citra suku Tionghoa dan suku Arab sebagai pedagang berubah menjadi pemimpin sejak memimpin Jakarta.
Setiap pengalaman hidup beberapa orang dapat mengetahui citra, sehingga tidak dapat dihindari bahwa kita semua memiliki kejadian unik dan berbeda di Jakarta. Begitu juga hubungan kekuasaan dan statusnya mengacu pada fakta bahwa beberapa kategori dalam masyarakat memiliki kekuatan besar, prestise, status, dan sebagainya, daripada yang lain.
Pengalaman dipimpin yang mirip dengan orang lain untuk berbagai derajat dalam kesamaan warga negara Indonesia. Dengan citra ini kita dapat menjelaskan keunikan kepemimpinan dan preferensi kepemimpinan Jakarta selanjutnya.
Pemakaian tanda-tanda yang terstandarisasi Islam, khususnya yang terkait dengan atribut badaniah umur dan gender, merupakan hal yang fundamental di semua masyarakat, sekalipun ada begitu banyak variasi lintas budaya yang dapat dicatat sebagaimana dalam piagam Jakarta.
Piagam Jakarta berisi ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, ketiga persatuan Indonesia, keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan terakhir Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Perjuangan Minoritas di Jakarta
Kepemimpinan dari kalangan minoritas berjuang untuk mendapatkan atau mempertahankan identitas sosial yang positif dan ketika identitas sosial dipandang tidak memuaskan di Jakarta.
Wawasan ini muncul dari data survei dan lusinan wawancara tingkat C-suite sebagai bagian dari studi global utama, Masa Depan Kepemimpinan dalam Ekonomi Digital.
Mereka mengartikulasikan wawasan itu dengan cara yang memiliki makna dan inspirasi bagi banyak orang. Anda harus menyampaikan hasrat dan keyakinan Anda melalui narasi yang kuat.
Ciri-ciri yang muncul antara lain keaslian, transparansi, kepercayaan, inspirasi, kemampuan untuk terhubung dan berinvestasi pada orang lain, kemampuan analitis, rasa ingin tahu, dan keberanian, antara lain.
Beberapa orang akan berargumen bahwa perilaku dan atribut ini diperlukan, namun dengan sendirinya, berdiri sendiri-sendiri, tanpa konteks yang diperlukan untuk menciptakan makna atau memicu perubahan, mereka berisiko dianggap sebagai kata kunci. Oleh karena itu minoritas menemukan narasi kepemimpinan mereka itu penting.
5. Instan Penerimaan dengan Mualaf di Jakarta
Psikologis sosial yang mana hal tersebut akan menentukan kualitas dan hasil dari penerimaan ketika bergabung dengan organisasi masyarakat dengan citra positif seperti peduli lingkungan dan peduli sosial sampai organisasi keagamaan yang damai di masyarakat Jakarta.
Ego selalu berusaha untuk mencapai tujuan dan kebutuhan serta memuaskan keinginannya namun jakarta membuka ruang bagi mereka rendah ego dan rendah hati. Komponen masyarakat berkaitan suku betawi dengan konteks historis, budaya, politik, dan ekonomi yang spesifik.
6. Pembauran Minoritas dengan Suku Betawi
Pembauran satu kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Memahami berbagai hubungan atau relasi yang berkembang dalam kehidupan beragama Islam oleh suku betawi tidak terlepas dari komunikasi yang terbentuk, baik secara sadar maupun secara alamiah dengan konteksnya.
Kelompok masyarakat suku betawi saling bergaul langsung secara intensif dengan pedagang Arab untuk waktu yang cukup lama. Beberapa kelompok tadi masing-masing berubah saling menyesuaikan diri menjadi satu melawan penjajahan.
Oleh karena itu, konsep asimilasi sebenarnya merupakan tahap yang paling mendekati integrasi dalam bentuk idealnya suku betawi dengan orang-orang pendatang beragama Islam.
Ini membuktikan asimilasi struktural yang bertalian dengan masuknya golongan minoritas Arab secara besar-besaran ke dalam kelompok suku Betawi, perkumpulan masyarakat, dan pranata pada tingkat kelompok primer dari golongan mayoritas pribumi.
Kebudayaan yang bersifat adi luhung itu merupakan kesatuan yang paripurna dalam keberadaannya ditengah pelayanan Islam di Jakarta, dan tentu lebih luas lagi di masyarakat Indonesia.
Adapun tahapan pemikiran orang Betawi selanjutnya adalah filterisasi diri dari yang pernah orang Betawi dapat dari orang tuanya yang berupa nasehat dan mitos-mitos, dan filterisasi tersebut adalah dengan pendidikan agama.
Proses membentuk sebuah karekter seorang Betawi yang berakhlakul karimah serta membuat mental keimanan mereka laksana baja, maka dari itu Almarhum Buya HAMKA salut dengan akhlak dan pengamalan agama orang Betawi.
Tentu dalam menjawab banyak hal tentang kehidupan umat manusia bersama dengan refleksi filsafat sosial atas hubungan individu-masyarakat dalam cakrawala sejarah suku betawi di Jakarta.
7. Penggusuran Tempat Tinggal Suku Betawi
Penggusuran penggusuran perkampungan milik pribumi, dengan alasan kepentingan Negara sebelum reformasi 1998, dan yang ketiga adalah telah dirasakannya ketidaknyaman kehidupan mereka di tanah kelahiran mereka yang disebabkan pengusuran hak milik mereka yang ada di Jakarta.
Pada era reformasi berdasarkan data LBH Jakarta, Gubernur ahok mungkin pecahkan rekor penggusuran oleh Pemprov DKI Jakarta dua tahun menjabat, 25.533 korban. Kasus penggusuran pertama di Jakarta yang bermasalah terjadi nostalgia pada masa penjajahan, era orde lama, era orde baru sampai era reformasi.
Apapun kebijakan dirasakannya ketidakadilan yang dialami suku Betawi atas kebijakan suku Tionghoa, yang menurut mereka (Suku Betawi), hal ini terjadi akibat sikap ototriter pemerintah daerah provinsi Jakarta.
Pionir kesempatan mereka untuk bangkit dari keterpurukan dengan mendekati suku Arab, Anies Baswedan. Adapaun faktor tersebut diawali dengan munculnya gerakan pembaharuan melalui perubahan strategi keadilan dan kesejahteraan di Jakarta.
Masyarakat Betawi maninggalkan ketertinggalan mereka terhadap etnis Arab, etnis Tionhoa, etnis sunda dan etnis lain dari berbagai hal, baik ekonomi, sosial, budaya, serta politik, dan obor mereka tertap berkobar-kobar sampai ke generasi Betawi selanjutnya.
Dengan pristiwa tersebut adalah merupakan peluang masyarakat Betawi untuk menjadi sadar dan bangkit untuk menjaga secara penuh "kampungnya" secara otonom.
Budaya Suku Betawi yang pada dasarnya tidak menyukai kekerasan sehingga penting bagi masyarakat betawi masuk politik dan membuat kebijakan agar perubahan kebijakan pemerintah dengan menghilangkan pengusuran-pengusuran lahan yang mereka miliki dan dengan itu mereka menjadi semakin bertahan hidup di tanah kelahiran Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H