Cara orang Eropa menggambarkan orang Nusantara dalam litografi sering bias dan cenderung stereotipe mereka melakukan penyembahan benda mengandung kekuatan ghaib atau adanya roh pada benda disebut animisme dan penyembah roh nenek moyang dan sebagainya disebut dinamisme.
Stereotipe mereka melakukan penyembahan atau animisme dan dinamisme ternyata dipandang beda bagi orang-orang Nusantara kontemprer sehingga stereotipe sudah hilang berikut pandangan orang-orang Nusantara sebagai berikut:
- 𝗞𝗮𝘁𝗮 𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺, Qul Allahu Ahad “Katakanlah Allah Tuhan Yang Maha Esa” tapi orang berdoa mengucapkan nama-nama Allah atau nama-nama Tuhan yang indah (Asmaul Husna) dengan total 99 nama.
- 𝗞𝗮𝘁𝗮 𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗛𝗶𝗻𝗱𝘂, ekam sat viprah bahudha vadanti “Tuhan hanya satu, tetapi orang bijaksana menyebutnya dengan banyak nama”.
- 𝗞𝗮𝘁𝗮 𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗕𝘂𝗱𝗱𝗵𝗮, Adi‐Buddha “Tuhan Yang Maha Esa” tapi Siddhartha Gautama mempercayai Tuhan mendasari alam semesta dan sumber pencerahan.
- 𝗞𝗮𝘁𝗮 𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗞𝗿𝗶𝘀𝘁𝗲𝗻, Trinitas “Satu Tuhan dalam tiga pribadi yakni Bapak, Putra, dan Roh Kudus” tetapi ketiganya dinyatakan satu dalam kesatuan.
- 𝗞𝗮𝘁𝗮 𝗢𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗔𝗹𝗶𝗿𝗮𝗻 𝗞𝗲𝗽𝗲𝗿𝗰𝗮𝘆𝗮𝗮𝗻, Dewata sawae, Sang Hyang Kersa, “Tuhan Yang Maha Esa” namun masyarakat pedalaman menyebutkannya dengan beberapa nama.
Makna dari beberapa orang Nusantara erat dengan Tuhan meskipun penyebutan berbeda sesuai agama dan keyakinan masing-masing namun mereka memiliki persamaan sudut pandangan bahwa orang Nusantara percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian orang-orang Nusantara kontemporer dalam litografi kontemporer lebih erat percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa daripada stereotipe penyembahan benda mengandung kekuatan ghaib atau adanya roh pada benda disebut animisme dan penyembah roh nenek moyang dan sebagainya disebut dinamisme(*).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H