Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat yang telah dibahas sejak jaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mandek seperti  kompleks olahraga Hambalang yang bertahun-tahun mangkrak.
Padahal keberadaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Ada ini sangat penting dalam perlindungan, pemenuhan dan penghormatan masyarakat adat di Indonesia.
Ibu Kota Negara bernama Nusantara tidak boleh dibangun sebelum RUU ini sehingga harmonisasi kebijakan-kebijakan tersebut agar tidak menjadi penghambat dalam merealisasikan Hak Asasi Manusia.
Selain itu, guna memelihara kepentingan-kepentingan masyarakat adat dan investor untuk meningkatkan reputasi institusi, serta potensi terjadinya situasi benturan kepentingan yang mungkin tidak dapat terhindarkan antara satu pihak dengan pihak lainnya.
Penyusunan pedoman ini bukan lagi suatu kewajiban, namun suatu kebutuhan sehingga Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat mengenai penanganan benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi serta berinteraksi dengan para pemangku kepentingan yang sesuai dengan nilai kejujuran, objektivitas, dan jaminan hak masyarakat adat.
Megaproyek ibu kota negara(IKN) baru di Kalimantan Timur akan menggusur sekitar 20.000 masyarakat adat sehingga investor berpikir perlu RUU Masyarakat Hukum Adat.
Ibu Kota Negara Indonesia bernama "Nusantara" tidak boleh tergesa-gesa selama Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat belum disahkan di DPR RI sehingga proyek dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan/atau tindakannya.Â
Tidak adanya kepastian hukum di masyarakat adat bisa menjadi salah satu alasan investor kabur dari Tanah air dalam proyek Ibu Kota Negara (IKN) meskipun UU IKN sudah disahkan DPR yang paling ditunggu-tunggu investor.
Dengan kata lain, investor masih harus menunggu seperti apa hasil keputusan dari RUU Masyarakat Hukum Adat dan seperti apa keputusan pemerintah di dalam aturan-aturan turunannya untuk datang ke Indonesia menggunakan smart city di tanah adat belum juga dibahas oleh DPR dan pemerintah.
Investor juga mengkhawatirkan konflik antara pemerintah dan masyarakat adat yang bisa menjadi pencetus baru kekhawatiran ini adalah kepastian hukum  masyarakat adat agar harmonisasi kebijakan Ibu Kota Negara Barus tidak bertentangan dengan Masyarakat Hukum Adat dan investor.