kau rasakan hujan yang biasa ricik perlahan
merindui sawah ladang
rumpun bambu, barisan teratai merah
di tepi telaga, kuncup kembang sepatu
yang dulu kau kalungkan ke leher gadis itu-
tiba-tiba begitu gencar riciknya malam ini
menusuki atap rumahmu
seperti ribuan peniti mencari celah
antara lipatan pori kulit tubuhmu:
jarum waktu makin sengit mengincar urat lehermu
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!