Mohon tunggu...
Abdurrazzaq Zanky
Abdurrazzaq Zanky Mohon Tunggu... Petani - petani.

Senang membaca segala jenis buku, nulis diary, mengamati lingkungan alam dan sosial, menertawakan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Risalah Angin /IV/

12 November 2024   19:39 Diperbarui: 12 November 2024   19:42 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/id-id/foto/jalan-hutan-pohon-dedaunan-5731589/

/IV/

Sang Angin tiba-tiba merindukan kesumyian

Wujud hakiki segala keberadaan,

Maka dimasukinya hutan, wujud murni keheningan,

Di sinilah Aksara pertama bertapa

sebelum burung-burung mencipta bahasa,

Di sinilah lempung-lempung derita ditempa

sebelum menjelma keluhuran duka,

Di sinilah sang raja tribuana

Sulaiman menuturkan mazmur-mazmurnya

memberi makna pada tiap fenomena di alam raya

Bahkan para houri dan peri masih di sini

dikelilingi kijang kencana

siap siaga dengan tanduk gading pusaka:

"Putri, putri penghuni alam impian

 yang keharuman rambutmu mematikan selera makan,

 tidakkah lebih pantas telaga kayangan bagi kalian?"

Sang Angin berseru keheranan

"Telaga kayangan?

 Itukah yang engkau kira puncak kesenangan?

 Tidakkah engkau tahu

 bahwa Tuhan tak mencumbu kekasih

 sewaktu dalam kesenangan?

"Betapa banyak orang menyangka abadi kebahagiaan

 sama dengan terpenuhinya hasrat-hasrat profan

 sampai berani menjual kebaikan

 demi memuaskan keserakahan,

 mereka inilah orang-orang tuna busana

 di dalam istana perjamuan sang Raja,

 ada juga yang bersikap layaknya buruh dan majikan

 hingga lepas dari sejati ganjaran,

 Kami adalah makhluk yang telah tersucikan di nirwana

 tak mendamba hasrat profan di negeri keabadian,

 Kami memilih negeri profan

 demi mencapai utuh pengabdian

 walau harus terlantar di belantara kesunyian."

https://pxhere.com/id/photo/123849
https://pxhere.com/id/photo/123849

Dengan kehalusan esensi ruh suci

Sang Angin menyusup ke lubuk-lubuk dimensi

Menyimak segala hal yang selama ini tersembunyi

Maka menampaklah akar pepohonan

yang memangku amanat kelestarian

Sulur-sulur tanaman jauh merembes kedalaman

menyerap misteri keunikan lebat hutan

Sumber-sunber air yang mengendap di pegunungan

ke bumi meresapkan sari-sari makanan

Binatang-binatang buas yang membuat liang

demi mewujudkan kelembutan dan kasih sayang

Rusa dan menjangan mondar-mandir penuh kemegahan

bagai laskar kencana tentara Sulaiman

Dan tatkala ia berpaling pada dunia

ratapnya giris mengharukan:

"Inikah kehidupan?

 Berapa negeri telah dibangun

 dengan arang dendam dan corang kebencian?

 Berapa kota dan istana didirikan

 hanya demi melayani hegemoni keserakahan?

 Betapa sejarah hanya disediakan

 bagi manusia-manusia berhati binatang!

 Orang-orang hidup dengan fakta-fakta palsu kenyataan

 Merasa puas dengan kebenaran dalam rombongan

 Padahal bersama banyak orang

 Tak ada sesuatu bisa dijadikan pedoman

 Karna kebenaran sudah habis tercabik-cabik diperebutkan!"

https://pxhere.com/id/photo/598788
https://pxhere.com/id/photo/598788

Ilalang dan rerumputan

Tikus dan kelelawar hutan

Nyanyian tangir dan sepi keterpencilan

Membersit tumpah dari bibir kesunyian,

Sang Angin meratap ngilu di tepi jurang

menyaksikan aliran pengungsi yang tak henti-henti bagai gelombang,

Seekor kijang kencana berlari keluar dari rimba

tak tahan menyaksikan kehancuran hati mereka;

wajah yang kalis dari citra kehidupan

bunga-bungapun patah tangkainya

tak lagi menemukan kedalaman kasih antara sanak saudara,

si Angsa yang indah bulu-bulunya

murni isi renungannya bertanya:

"Apakah sedang meraja di hati manusia?

 Racun apa menyuburkan kebencian mereka?

 Beratus generasi mereka bina kerajaan cinta

 Ribuan martir menyerahkan diri bawah singgasananya

 Tuhanpun mengutus nabi dan aulia

 Mengabarkan arif kepengasihan semesta-

 namun akhirnya tetap juga

 mereka berkubang dalam corang angkara!

 O apakah yang kita dapat dari semua tumpukan mayat kaum papa?

 Kenikmatan apa yang engkau dapat dalam semesta duka?"

Si Angsa menanggalkan bulu-bulu cantiknya

Meletakkan mahkota keindahan yang disandang raganya

https://pxhere.com/id/photo/949890
https://pxhere.com/id/photo/949890

Anginpun berkesiur sedih

Bagai doa kematian sepasang kekasih

Pada dirinya ia bergumam lirih:

"Kearifan apakah sanggup menjawab semua ini?

 Kusapih mereka dengan bekal anggun kepengasuhan

 Citra ilahiah yang diambil dari Luh keabadian

 Kututurkan inti pengetahuan para ambiya

 Kebajikan hidup yang tak bakal sirna

 Tlah kutanam benih rindu akan kesejatian di hati kereka,

 Kini, hikmah apa bisa kupakai 'tuk mencerna realita?"

Ia lalu bersimpuh bersama segenap hewan dan tetumbuhan

mengheningkan cipta

diangkatnya tangan bagai hendak menyongsong rembulan senja

hutanpun lengang dari segala suara:

"Wahai kalian yang datang dari penjuru negeri teraniaya

 Engkau yang memikul papa seluruh umat manusia,

 Kupastikan bagi kalian rumah keabadian

 Negeri sejati tanah kemuliaan!"

Sementara dalam hati ia berbisik;

"Aku tlah ditakdirkan untuk bertapa

 Menyaksikan realita tanpa memihak siapa-siapa,

 Akulah yang melahirkan mereka

 Dari kandungan kekal kebisuan semesta

 Aku pula yang menjaga kelangsungan pertumbuhan mereka

 Padakulah kelak perjalanan mereka 'kan bermuara,

 Sungguh, tak satupun bisa lari

 Dari keadilan hidup yang adikara."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun