meski tulisan kayak ceker ayam dan asal-asalan ini, saya termasuk orang yang suka membaca tulisan-tulisan saya sendiri. rasanya seperti permen nano-nano. campur aduk. kadang-kadang bernostalgia, kadang-kadang seperti melihat diriku yang kemarin beserta segala pola pikirnya, kadang-kadang ketawa, bahkan kadang-kadang pusing sendiri melihat saya di hari kemarin kok ya njelimet gini maunya itu lho kemana.
Tapi baiklah, abaikan saja statemen serupa curhat itu. kita mulai yang serius saja.
pada bagian pertama "Antara Menulis dan Bercerita", yang saya bilang bahwa saya capek mengetik itu, saat saya baca lagi entah kenapa muncul #UtangRasa saya agar menambahinya. karena itu, entah ini penting apa tidak, saya akan menambahinya. yang penting #UtangRasa saya bisa terasa tunai. hwehehe
***
pada bagian sebelumnya, kita tentu tahu bahwa bercerita itu penting. ia, menurut saya pribadi, adalah sejenis alat yang paling optimal terutama dalam menjelaskan nilai-nilai, definis-definisi abstrak.
misalnya, kita ingin menjelaskan kesadaran tentang kebebasan. seperti apa definisinya? seandainya definisinya beragam, kamu akan memilih untuk menjelaskan yang mana? semuanya? berapa waktu yang akan habis untuk menerangkan semuanya, terlebih agar setiap definisi mampu kontekstual pada diri setiap pendengarnya?
beda halnya saat itu disampaikan lewat cerita. bahwa ada seorang musafir yang ingin beristirahat tetapi ia lupa tidak bawa tali untuk mengikat keledainya itu (catatan: cerita ini saya dengar dari blog milik Reza Wattimena, sercing aja, bagus kok blognya).
atas saran dari seorang tua yang sedang melintas dan mengetahui kebingungannya, pemuda ini melakukan sarannya, yaitu pura-pura mengikatkan tali ke leher keledainya dan diikatkan di sebuah pohon.
alhasil, saat sang pemuda musafir itu terbangun dari lelap istirahatnya, si keledai ini tetap di tempatnya, meringkuk seolah-olah ia benar-benar diikat.
pemuda itu hendak melanjutkan perjalanan, tetapi kebingungan kembali mampir ke pikirannya. ya, keledai satu ini tidak mau beranjak meski sudah dicoba diseret biar bangun.
ternyata, ketika teringat saran dari orang tua yang melintas itu, ia coba saja: sang pemuda pura-pura melepaskan ikatan dari leher keledainya. padahal sebenarnya tentu saja tidak ada tali di sana.