"beli saja di sana. nggak mahal kok. per bulan 70ribu sudah unlimited. kau bisa berada di pulau daring kapan pun dan selama mungkin."
"kalau lapar?"
"ya istirahat dulu, makan."
"makannya tetap di dunia nyata?"
"ya iya lah. dunia maya kan cuma buat hiburan."
"lalu kenapa tadi kau marah?"
"soalnya orang di komentar tadi menyebalkan sekali. diberi tahu susah banget. tiap aku posting selalu dinyinyirin. kan sebal jadinya."
"mungkin hiburan dia adalah saat kamu marah."
"mana ada hiburan berupa marah?"
aku tidak melanjutkan obrolan ini. aku tahu dia tidak akan menerima banyak hal yang tidak sesuai dengan pikirannya. biarkan tetap tersimpan dalam kepalaku. biarkan pikiran-pikiran busuk ini tetap berdiam diri di sudut otakku, bahwa pulau daring itu rasanya tak beda dari tempat penjajahan tak kasat mata sekaligus pengadudombaan kepedulian melalui banyak hal-hal yang sebenarnya serupa privasi untuk dijadikan publik, setidak layak apapun.
aku menganggukkan kepala. dia mulai melangkah naik bis ke terminal penyeberangan pulau daring. aku bilang aku mau beli tiket ke konter dulu dan akan menyusul. tetapi setelah kupikir-pikir, terutama saat menangkap keceriaannya di dalam bis, aku harus pulang dan mengambil sesuatu terlebih dahulu. sesuatu yang mungkin akan mengubah jalannya alur cerita para penduduk pulau daring. []