Demonstrasi atau istilah lain dari unjuk rasa merupakan salah satu bentuk penyampaian aspirasi pendapat khalayak masyarakat kepada pemangku kebijakan. Pemangku kebijakan di sini bisa banyak. Contoh kecilnya adalah pegawai kepada bos (atasan), mahasiswa kepada kampus atau dalam konteks luas adalah warga negara kepada pejabatnya (pemangku kekuasaan atas kebijakan-kebijakan).
Kegiatan demonstrasi telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU) Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Undang-undang menyebut kegiatan demonstrasi sebagai kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum. Namun ada beberapa tempat yang dilarang untuk melakukan demonstrasi, diantaranya:
- Lingkungan istana kepresidenan
- Tempat ibadah
- Instalasi militer
- Rumah sakit
- Pelabuhan udara atau laut
- Stasiun kereta api
- Terminal angkutan darat, dan
- Obyek-obyek vital nasional
Perlu diingat juga, ketika seseorang atau masa melakukan kegiatan demonstrasi diharapkan tidak mengganggu kegiatan umum, tidak merusak fasilitas yang dapat merugikan masyarakat atau negara serta tidak mengganggu ketentraman masyarakat. Demonstrasi harus dilakukan dengan tertib dan santun serta bertanggung jawab. Tidak ada kekerasan dan kerusuhan.
Namun, jika melihat beberapa kasus realita yang ada, kerap kali ditemukan demonstran-demonstran yang tidak bertanggung jawab. Membuat onar sehingga memancing adanya bentrokan antara demonstran dan pihak keamanan publik. Akibatnya, kegiatan demonstrasi yang bertujuan untuk menyampaikan aspirasi pendapat kepada pemangku kebijakan berubah menjadi ladang kerusuhan antara masa dan pihak keamanan. Seringkali kita jumpai adanya korban jiwa dalam peristiwa tersebut, entah dari pihak masa atau dari pihak keamanan. Hal itu karena adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan tidak terorganisirnya.
Maka dalam hal penyampaian aspirasi tidak hanya dilakukan dengan cara demonstrasi. Ada cara-cara yang lebih aman dan elegan, yaitu dengan mengadakan rapat umum atau mimbar bebas, sebagaimana yang telah diatur oleh undang-undang. Kedua cara ini juga merupakan bentuk berjalannya demokrasi publik.
Masyarakat juga bisa menyampaikan aspirasi pendapatnya dengan cara berspeak up melalui tulisan-tulisan yang berbobot. Membuat tulisan-tulisan yang dapat mengedukasi publik.
Jika kegiatan demonstrasi atau unjuk rasa beralih praktinya menjadi rapat umum atau mimbar bebas, maka akan banyak dari muda-mudi negeri yang akan menggunakan akal sehatnya dalam mengkritisi setiap kebijakan yang dibuat. Hal ini dilakukan dengan tujuan meminimalisir adanya anarkisme demonstrasi yang akan berujung pada jatuhnya korban jiwa.
Sudah saatnya bagi generasi muda-mudi negeri untuk memiliki pikiran kritis. Indonesia sangat membutuhkan generasi mudanya yang berpikiran kritis. Berpikir dengan akal sehat dalam memandang dan menentukan sebuah kebijakan. Tidak lagi dengan cara anarkis. Karena negeri ini adalah negeri peradaban. Negeri dengan harkat dan martabat. Menjunjung tinggi tata krama dan ilmu pengetahuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H