Dolar AS dan Euro sebenarnya bukan mata uang internasional, tapi mata uang negara tertentu atau kawasan tertentu yang dipinjam, atau diadopsi menjadi mata uang internasional.Â
Karena dunia memang belum memiliki mata uang internasional yang sebenarnya (real international currency). Sementara kita memerlukan mata uang internasional untuk transaksi antar negara. Maka dipinjamlah mata uang terkuat yang ada di dunia, yaitu Dolar AS dan Euro.
Meminjam mata uang itu tidak gratis, tapi ada biayanya. Dan biayanya sangat mahal.
Pertama, harus beli
Kita harus membeli mata uang internasional dulu sebelum melakukan transaksi internasional. Dan membeli mata uang internasional tidak bisa dengan mata uang rupiah (mata uang nasional). Tapi harus dengan barang atau jasa ekspor yang nilanya riil.
Bukankah kita bisa membeli dolar di money changer atau di bank dengan uang rupiah?
Kita bisa membeli mata Dolar AS atau Euro di money changer atau di bank. Tapi itu mata uang asing yang sudah ada di Indonesia. Sebelum masuk ke Indonesia, uang dolar atau Euro itu harus dibeli dengan barang ekspor dulu. Baru kemudian bisa dibawa masuk ke Indonesia.
Sebaliknya, negara yang punya "mata uang internasional" yaitu Amerika Serikat dan Uni Eropa, bisa membeli apa saja dari seluruh penjuru dunia, hanya dengan mencetak uang di atas kertas yang diberi tulisan.Â
Mereka bisa membeli emas, minyak, batu bara, mesin, hasil pertanian, hasil perkebunan, dan apa saja, hanya dengan selembar kertas yang dibubuhi angka.
Seluruh negara di dunia berjuang dengan segala cara meningkatkan ekspor agar bisa membeli barang-barang kebutuhannya dari luar negeri yang tidak bisa dibuat di dalam negeri.Â
Sedangkan Amerika Serikat dan Uni Eropa, tidak perlu menggenjot ekspor, karena mereka bisa langsung membeli apa saja dari semua negara hanya dengan mencetak uang. Seluruh negara di dunia menjual emas untuk membeli kertas. Sedangkan Amerika Serikat dan Uni Eropa membeli emas dengan kertas.
Membeli kertas dengan emas adalah salah satu biaya yang harus ditanggung seluruh negara di dunia karena mengadopsi atau meminjam mata uang negara lain untuk dijadikan mata uang internasional.
Kedua, biaya depresiasi
Mata uang Dolar AS dan Euro yang kita beli dengan barang dan jasa yang riil tersebut setiap tahun nilainya turun atau terdepresiasi.
Dari pertama kali dikeluarkan pada tahun 1913, Dolar AS nilainya telah turun 95,5% per 2016 yang lalu. Kalau kita memegang 1 Dolar AS pada tahun 1913 dan uang dolarnya kita simpan, maka tahun ini uang tersebut hanya bernilai 4,5 sen dari Dolar AS tahun 1913.
Semua mata uang terkuat di dunia, termasuk Dolar dan Euro, nilainya rata-rata turun 2% per tahun. Kalau kita memegang 1 Dolar mungkin tidak masalah. Tapi kalau kita memegang 1 milyar dolar, maka itu sangat masalah.
Saat ini cadangan devisa Indonesia ada di kisaran 120 milyar dolar. Dan nilainya turun 2% per tahun. Artinya Indonesia kehilangan 2,4 milyar dolar setiap tahun, kalau dirupiahkan sekitar 36 triliun rupiah. 36 triliun rupiah kalau dipergunakan untuk membangun jalan tol bisa mencapai 360 km, atau separuh Jakarta -- Surabaya. Jadi kalau jalan tol Jakarta -- Surabaya dibangun menggunakan biaya depresiasi cadangan devisa, 2 tahun selesai.
Semakin besar sebuah negara memiliki cadangan devisa, semakin besar biaya depresiasi yang mereka alami. China yang memiliki cadangan terbesar di dunia, yaitu 3 triliun dolar AS, kehilangan 60 milyar dolar setiap tahun. Kalau dirupiahkan sekitar 900 triliun rupiah. Atau hampir separuh APBN pemerintah kita tahun 2018.
Depresiasi mata uang sebenarnya bukanlah benar-benar biaya. Tapi biaya yang diambil oleh negara yang memiliki mata uang tersebut. Depresiasi rupiah misalnya, bukanlah benar-benar biaya. Tapi nilainya diambil oleh yang mengeluarkan mata uang rupiah, yaitu pemerintah RI.
Semua mata uang di dunia mengalami depresiasi. Karena semua mata uang melekat pada APBN negara masing-masing. Semua pemerintah negara di dunia melakukan kebijakan defisit, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Defisit ini kemudian ditutup dengan utang dan mencetak uang baru.Â
Akibatnya adalah mata uang mereka terdepresiasi. Jadi depresiasi mata uang adalah pajak tidak langsung yang diambil pemerintah. Manfaat dari depresiasi itu kemudian dikembalikan kepada penduduknya dalam bentuk pertumbuhan ekonomi.Â
Dan pertumbuhan ekonomi selalu lebih besar dari depresiasi mata uang. Jadi tidak ada masalah dengan depresiasi, karena masyarakat masih diuntungkan.
Akan menjadi masalah kalau masyarakat yang dibebani biaya depresiasi berbeda dengan masyarakat yang menerima manfaat. Itu terjadi pada mata uang internasional. Biaya depresiasi Dolar AS dan Euro dibebankan kepada seluruh negara di dunia. Sedangkan manfaatnya hanya diterima penduduk AS dan Uni Eropa.
Perlu diketahui bahwa hanya separuh uang dolar AS yang ada di dalam negara AS sendiri. Separuhnya lagi beredar di seluruh dunia. Ini artinya, separuh dari defisit anggaran pemerintah AS ditanggung oleh seluruh dunia.Â
Itu mengapa Amerika Serikat mudah saja mengirimkan pasukan perangnya ke seluruh penjuru dunia. Karena separuh defisit anggaran mereka, ditanggung seluruh penduduk bumi. Kita ikut urunan 36 triliun setiap tahun.
Dari catatan IMF, per akhir 2018, total mata uang internasional yang dipegang seluruh negara di dunia, di luar negara pemilik mata uang, mencapai 10,5 triliun dolar AS. Berarti seluruh biaya depresiasi mata uang internasional yang dibebankan kepada seluruh dunia mencapai 200 milyar dolar setiap tahun. Itu kalau dirupiahkan sekitar 3.000 triliun.
Seluruh negara di dunia bahu-membahu ikut membiayai defisit anggaran negara pemilik mata uang internasional yang merupakan negara-negara terkaya di dunia, sebesar 3.000 triliun rupiah setiap tahun.Â
Termasuk negara-negara miskin di Afrika yang sebagian penduduknya kelaparan. Inilah yang dinamakan dengan sistem moneter global tirani. Yaitu sistem yang menyedot kekayaan seluruh negara di dunia, Â termasuk dari negara-negara miskin.
Sistem moneter global yang menggunakan mata uang asing adalah bentuk ketidakadilan ekonomi terbesar di dunia, dan sekaligus sebagai irasionalitas terbesar yang bertahan di abad modern.Â
Sistem moneter global merupakan bentuk tirani modern yang menyedot kekayaan seluruh negara di dunia dan mengalirkannya kepada negara dan kawasan pemilik mata uang. Dan pemilik tirani itu adalah negara-negara terkaya di dunia.
Global Currency Initiative
Untuk mengakhiri irasionalitas di abad modern, Global Currency Initiative menggagas organic global currency (OGC), yaitu sebuah sistem mata uang internasional bersama yang dibuat, digunakan, dan dikelola bersama oleh semua negara di dunia. Karena dibuat bersama-sama, maka mata uang internasional ini bisa didistribusikan secara GRATIS untuk semua negara anggota di dunia.Â
Jadi tidak perlu lagi membeli mata uang internasional seperti dolar dan Euro. Untuk apa membeli ratusan milyar sampai triliunan dolar mata uang internasional kalau bisa dibuat bersama dan GRATIS?
Ide mata uang internasional sebenarnya telah ada sejak zaman John Maynard Keynes, tapi hingga hari ini tidak bisa direalisasikan. Karena ide mata uang internasional selalu berhenti di mata uang tunggal (single currency). Single currency di tingkat global memerlukan integrasi ekonomi secara global juga. Dengan kondisi yang ada saat ini, integrasi ekonomi di tingkat global hampir mustahil.Â
Integrasi paling jauh yang bisa dicapai oleh dunia saat ini adalah di level regional seperti Uni Eropa yang membuat Euro. Sebagian kecil kawasan regional di dunia saat ini juga berusaha mencapai integrasi.Â
Sedangkan sebagian besar regional lainnya, termasuk kawasan ASEAN, masih jauh panggang dari api. Jadi dengan melihat kondisi saat ini, single currency level global adalah impractical.
Sistem OGC memecahkan kebuntuan tersebut. Mata uang internasional tidak harus mata uang tunggal. OGC adalah sistem mata uang internasional yang organik atau hibrid, atau synchronized dengan sistem mata uang lokal sehingga dua-duanya bisa coexist. Dengan demikian, tidak diperlukan integrasi ekonomi global.
Organic global currency adalah sistem mata uang internasional bersama yang sangat komprehensif, bisa menghentikan perang dagang, menghapus sistem cadangan devisa, menghilangkan ketergantungan utang luar negeri, dan bahkan bisa menghapus potensi krisis moneter sampai ke akar-akarnya. Di masa depan, krisis moneter hanya tinggal sejarah.
Tantangan terbesar
Hampir semua pihak sebenarnya sepakat bahwa menggunakan mata uang satu negara atau kawasan dan dijadikan mata uang internasional adalah suatu kesalahan. Karena peminjaman mata uang asing tersebut bukan hanya menimbulkan fluktuasi dengan semua mata uang lokal negara-negara di dunia, tapi juga membuat dunia tidak memiliki kontrol terhadap mata uang internasional.
Tantangan terbesarnya adalah mengubah sesuatu yang irasional yang sudah terlanjur besar dan berskala global. Mungkinkan sesuatu yang irasional dan berskala global itu bisa diubah? Tentu jawabannya bisa. Apa pun yang tidak rasional, perlu diubah, walaupun itu dalam skala global.
Mengubah sesuatu yang sangat besar itu bisa diawali dengan ide. Dan ide itu berasal dari kita semua. Biarkan ide itu menyebar ke seluruh dunia, sampai akhirnya melahirkan perubahan.
Global Currency Initiative adalah ide yang dibangun oleh anak-anak muda di Indonesia untuk merintis perubahan terbesar dalam bidang ekonomi dalam skala global.Â
Global Currency Initiative merintis sistem demokrasi dalam ekonomi global yang selama ratusan tahun ada di bawah sistem tirani. Sudah waktunya tirani ekonomi diganti dengan demokrasi ekonomi.
Apakah mata uang bersama tidak akan menyebabkan resistensi dari mata uang global yang ada saat ini?
Seharusnya tidak. Karena dalam 10 sampai 15 tahun ke depan, perang mata uang akan meluas. Kebangkitan China yang membawa Renminbi tidak bisa dihentikan dan akan menjadi penantang dari pertahana US Dollar.Â
"Perang pembuka" sudah mulai kelihatan dari sekarang yaitu perang dagang yang disertai dengan menurunkan nilai mata uang. Penurunan mata uang utama di dunia akan menyebabkan disrupsi perdagangan global dan akan mendorong negara-negara lainnya ikut menurunkan mata uangnya agar ekspor mereka tidak terganggu.Â
Perang mata uang akan berlangsung panjang dan bisa jadi "berdarah-darah" secara ekonomi karena itu merupakan "pertarungan moneter" dua tirani terbesar di dunia yaitu Amerika Serikat sebagai pertahana dan China sebagai penantang. Dan ini belum pernah terjadi sebelumnya.
Mata uang bersama yang demokrasi bisa mencegah perang mata uang. Negara-negara superpower tidak perlu lagi berebut menjadi tirani karena ke depan ekonomi dunia tidak tergantung tirani lagi, tapi bisa diatur bersama-sama secara demokratis oleh seluruh negara di dunia.
Global Currency Initiative mengajak teman-teman di seluruh Indonesia, dan seluruh dunia, untuk ikut menorehkan sejarah dan ambil bagian dalam perubahan besar tersebut. Tugas kita adalah mempublikasikan seluas-luasnya.
Global Currency Initiative
Persembahan dari Indonesia untuk dunia.
Email : info@globalcurrencyinitiative.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H