Konsekuensi sistem presidensial menempatkan partai atau parlemen hanya sebagai penasehat dalam berjalannya pemerintahan, bukan penentu utama terhadap berjalannya pemerintahan seperti sistem parlementer. Dampak dari ini, maka dalam konteks kompetisi Pilkada partai hanya sebatas pengusul dan pengusung, yang jadi perhitungan utama adalah sosok kandidat sebagai penentu pemenangan Pilkada. Disinilah menjadi catatan partai politik dan kenapa pendekatan pemenangan Pilkada dan Pileg sangat bertolak belakang.
Mari kita fokus pembahasan ini bagaimana kandidat dan komposisi pasangan calon dapat berpeluang keluar sebagai pemenang dalam kompetisi Pilkada. Seperti diatas sedikit disinggung, sebelum masuk pada pendaftaran dan masa kampanye, akseptabilitas kandidat dan komposisi pasangan sangat menentukan nilai poin-poinnya untuk mengukur peluang/probabilitas dapat memenangkan Pilkada.
Dari pemahaman ini, kandidat dan komposisi pasangan utamakan dahulu sebelum menentukan komposisi koalisi partai pengusung. Dari sudut pandang pemahaman ini, orang yang punya keinginan maju Pilkada bagaimana dapat menjadikan dirinya diusung partai politik menjadi kandidat pasangan calon. Maka dari ini koalisi partai pengusung setiap tingkatan Pemilu komposisinya tidak sama, sebab faktor bagaimana kandidat membangun koalisi partai, bukan sebaliknya.Â
Walaupun partai biasanya sudah punya pilihan siapa yang akan diusung, terutama kader atau pengurusnya. Dari sudut pandang tersebut, harusnya partai memposisikan diri sebagai manajer dalam manajemen pemenangan. Yakni bagaimana meningkatkan poin akseptabilitas kader yang akan di usung, maupun bukan kader. Walaupun fakta dilapangan seorang kandidat lebih percaya tim dan relawan kenyataannya, bahkan meminta profesional dalam mengarahkan strategi dan manajemen timnya.
Lalu bagaimana kandidat meningkatkan poin akseptabilitas atau secara manajemen pemenangan/kampanye mengerjakan meningkatkan akseptabilitas untuk dapat membangun koalisi partai pengusung dan relawan dari segmentasi pemilih untuk memastikan dirinya maju Pilkada. Disini nilai poin-poin akseptabilitas dapat membantu orang yang punya keinginan maju Pilkada, sebagai target yang harus dicapai dari apa yang dilakukan dan dikerjakan oleh tim dan dirinya.
C. Pemikiran-pemikiran Manajemen Kampanye atau Pemenangan PilkadaÂ
Menerjemahkan strategi pada manajemen pemenangan dalam konteks Pilkada, dari filosofi akseptabilitas kita kembangkan pada manajemen pengerjaan identifikasi perilaku pemilih dan kandidat. Dengan pendekatan psikologi politik yang pemahaman umum bagaimana mengetahui kebiasaan-kebiasaan setempat menentukan atau mempengaruhi terbentuknya kekuasaan, 'tradition and authority'.Â
Nilai-nilai pribadi kandidat dan pemilih serta nilai-nilai setempat perlu dipahami dengan cermat, dari itu kemudian bagaimana dampak pada motivasi kandidat dan masyarakat bergerak atau tergerak melakukan tindakan. Dari situ kemudian muncul emosional kandidat dan masyarakat pemilih saling menemukan titik temu. Akhirnya menjadi kesepahaman bersama akan tujuan atau kepentingan bersama, yakni persepsi animo masyarakat umum.
Nilai dan motivasi memang bersifat pasif atau tetap yakni sulit berubah dalam perilaku pemilih, ini sebab berkaitan latarbelakang kandidat dan pemilih. Kemudian yang hanya dapat dikembangkan adalah emosi dan persepsi masyarakat pemilih. Hal ini kemudian ketika masuk masa kampanye emosi dikembangkan untuk membangun poin-poin popularitas dan persepsi untuk membangun poin-poin elektabilitas.
Jika akseptabilitas ditujukan kepada keterimaan kandidat atau kesiapan pemilih menerima keadaan siap dipimpin oleh calon kandidat tersebut, dengan pendekatan identifikasi perilaku 'tradition and authority'. Maka untuk mewujudkan itu pengerjaan popularitas ditujukan pada preferensi pemilih, yakni kecenderungan atau pembiasaan, dengan pendekatan pemahaman masyarakat atau kognisi 'asumtion and authority'. Sedangkan pengerjaan elektabilitas ditujukan pada pencapaian komitmen untuk menggerakkan pemilih, dengan pendekatan partisipasi pemilih atau keterlibatan 'power and authority'.
Secara manajemen kampanye pemenangan pemilu, fokus utama adalah perilaku pemilih atau behavioral, kedua pemahaman politik atau kognisi, dan ketiga keterlibatan atau partisipasi. Secara pendekatan itulah yang dikembangkan secara bertahap untuk untuk menaikkan poin-poin akseptabilitas, popularitas, dan elektabilitas. Praktek dilapangan atau aktivitas pengerjaan dikerjakan secara simultan, bergantung kondisi dan situasi mana yang jadi fokus walaupun tetap memperhatikan kontinyu saling menguatkan.