Mohon tunggu...
Abdu Rozaqi
Abdu Rozaqi Mohon Tunggu... - -

Stay Foolish, Stay Hungry

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sangat Menghinakan, Jika Tidak Melecehkan

5 Februari 2016   16:50 Diperbarui: 14 Juni 2016   16:35 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini hanya curhatan mengenai pengalaman saya terkait penulisan artikel. Bermula dari rasa optimism yang tinggi bahwa menulis artikel akan dapat menghasilkan banyak uang, minimal cukup untuk bertahan selama sebulan, anggapan itu ternyata salah. Dari teman saya, sebut saja ciko, dimana ia memiliki teman yang seorang SEO artikel. Orang itu ternyata mencari penulis-penulis yang nantinya akan menulis “untuknya” dan bekerja dengannya. Lalu si SEO artikel ini sebenarnya bekerja bagi kliennya. Dalam artian, orang pencari penulis artikel ini juga mendapatkan banyak jerih payah dari hasil penulisan artikel yang kita buat.

Maaf saja, betapa kagetnya saya saat mengetahui teman saya, yang selama kurang lebih 2 minggu telah menekuni profesi sampingan sebagai penulis artikel, hanya dibayar 130ribu untuk 40 artikel yang ia tulis. Bukannya saya merendahkan pekerjaan menulis artikel web, online, atau artikel blog, tetapi bayaran itu benar-benar adalah bayaran yang tidak layak, tidak pantas, dan terkesan merendahkan penulis artikel itu sendiri. Sedangkan penulis artikel berjuang mati-matian menulis, tidak hanya 1-2 artikel sehari, bahkan bisa hingga 5 artikel dalam sehari tergantung permintaan klien. Setelah mengetahui fakta betapa rendah penulis artikel dibayar, optimisme saya dan idealisme menulis artikel saya langsung runtuh. Bukan tanpa sebab, 130ribu ibaratnya bukan saja hanya merendahkan dan tidak mendapat apresiasi, tetapi juga melecehkan. Mungkin masih wajar jika sang penulis dibayar 130ribu untuk 10 artikel, itupun saya bilang itu memalukan. Setidaknya 10 artikel (Bhs. Indonesia) mendapat bayaran layak di kisaran 200-300 jika mengikuti pemberian upah layak. Dan 20 artikel mendapat bayaran bisa 400ribu. Itu berarti 40 artikel selayaknya dan sepatutnya mendapat bayaran 800 ribu. Itupun saya bilang kurang, mengapa? 40 artikel itu tulisan yang lumayan padat, yang setiap artikel berisi 350 hingga 500 kata. Seseorang menuliskan itu dengan kerja keras, bukan dengan fisik, melainkan dengan pemikiran. Dan kerja keras melalui pemikiran itu melelahkan, jika dibayar serendah itu, berarti selain tidak ada apresiasi bagi si penulis, juga melecehkan martabat sang penulis.

Ini hanya semata-mata curhatan saya mengenai yang terjadi, fenomena upah yang tidak masuk akal ini. Betapapun itu, profesi penulis artikel, entah itu blog atau web, haruslah dihargai. Jika dihargai, dengan upah yang layak, maka melalui upah layak itu lahirlah semangat untuk lebih menuliskan karya-karya baru. Memang sih yang kita tulis artikel umum berbahasa Indonesia, seperti khasiat buah manggis, tips gaya hidup sehat, dan sebagainya. Saya memaklumi jika satu artikel bahasa Indonesia sangat murah. Yang saya tidak dapat mentoleransi adalah, satu artikel berbahasa Inggris yang harusnya dihargai dengan upah layak (min. 10ribu hingga 20ribu rupiah), ini hanya dihargai dengan Rp. 5.500, sungguh menghinakan, jika tidak melecehkan. Tulisan ini mungkin terlalu hiperbola, tetapi saya sangat tidak terima dengan pelecehan seperti ini, dengan sistem yang ngawur dan pembagian “income” yang tidak adil antara SEO artikel dan si penulis itu sendiri. Jika tidak mau dianggap melecehkan, minimal berikan upah layak, karena menurut saya artikel berbahasa Inggris memang jauh lebih mahal dan pasaran yang jauh lebih mendunia dari artikel barbahasa Indonesia, maka wajar jika saya mengatakan Rp. 5.500 itu sesuatu yang melecehkan.

Sebagai perbandingan, di Amerika, menulis satu artikel (tentu saja berbahasa Inggris) dihargai $ 15.000 (Lima Belas Ribu Dolar AS), namun untuk majalah-majalah atau website berita ternama baik itu bisnis atau ekonomi. Dengan penulis senior di AS mendapatkan $15.000, asumsi saya, penulis yang amatiran disana bahkan bisa meraup $100 hingga $500 per artikel, bahkan lebih. Tergantung kualitas tulisan.

Maaf saja, mungkin ini yang membuat saya marah, karena terlalu menghinakan. Sebagai seorang penulis, tentu saja saya punya martabat, dan punya harga diri. Inilah fenomena yang terjadi di negeri ini, negeri yang tidak pernah menghargai hasil jerih payah orang lain, minimal mengapresiasinya. Jika negeri ini bisa menghargai jerih payah orang lain, hasil keringat orang lain, maka negeri ini kelak akan menjadi negeri yang besar. Toh pada akhirnya saya harus kembali kepada rutinitas yang sedikit menjenuhkan, tapi menurutku jauh lebih bermartabat daripada sekedar menulis artikel tetapi tidak dihargai sama sekali, yakni menulis buku sendiri. Lebih bernilai, dan mendapat apresiasi, walaupun saya tidak berekspektasi tinggi melalui “income” yang didapat dari menulis buku. Semoga Indonesia lebih bisa menghargai hasil keringat orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun