Terkait kontroversi penggunaan senjata standar militer yang digunakan Kepolisian, sebenarnya polisi boleh menggunakan senjata versi militer dengan beberapa persyaratan dan pertimbangan tertentu. Ini berbicara tentang polisi secara umum. Menurut saya ada dua jenis unit atau korps yang boleh menggunakan senjata versi militer atau yang memiliki spesifikasi mematikan standar militer. Yakni, Militarized Police dan Paramilitary Corps. Istilah Militarized Police (MP) dan Paramilitary Corps (PC) sebenarnya sama saja. MP adalah Unit Kepolisian yang dipersenjatai layaknya militer. Sedangkan PC atau kita sebut Korps Paramiliter adalah unit polisi semi-militer yang taktik dan penggelaran operasinya menyerupai penggelaran operasi militer namun tidak masuk ke dalam Angkatan Bersenjata.
Sedangkan perbedaan Militarized Police dan Paramilitary Corps adalah, jika MP adalah polisi yang dipersenjatai layaknya tentara. Sedangkan Paramilitary Corps adalah tidak terbatas hanya di lingkungan kepolisian saja tapi unsur-unsur lain seperti milisi bersenjata, bisa Private Paramilitary seperti Tentara Kontraktor (PMC), dan lain-lain.
Di Amerika Serikat, yang termasuk unit paramiliter adalah SWAT. Di Indonesia ada Brimob. Baik SWAT maupun Brimob, kedua korps tersebut tergolong Militarized Police tapi terbatas, selanjutnya disebut Limited Militarized Police (Polisi yang dimiliterisasi secara terbatas), dan disebut juga Korps Paramiliter karena sifatnya yang polisi tetapi sedikit banyak memakai taktik militer yang terbatas.
Masih berbicara mengenai unit paramiliter. Di Brasil, ada korps khusus paramiliter yang unik. Korps khusus ini bukan merupakan bagian utama dari Kepolisian Reguler, tapi bukan juga bagian dari Tentara 100%. Selanjutnya disebut Polisi Militer (Policia Militar). Unit khusus ini masuk dalam kategori unit pencegahan dini yang disebut Preventive State Police (PSP) yang disebar dan beroperasi di setiap bagian provinsi di Brasil. Struktur dan pola penggelaran unit ini berbeda dari polisi reguler dan tidak berada dibawah komando kepolisian.
Unit paramiliter ini juga dapat bekerjasama dan melakukan Joint Operation bersama Tentara Brasil. Uniknya, di masa perang, unit ini dapat bergabung dengan Angkatan Bersenjata Brasil dan dipakai sebagai kekuatan Pemukul Cadangan yang berada di garis depan bersama Tentara Brasil. Namun di masa damai, unit ini melakukan operasi sendiri namun terpisah dari komando dari Kepolisian Reguler karena memiliki organisasi dan struktur komando sendiri.
Di AS, ada SWAT dimana unit paramiliter ini seringkali beroperasi di wilayah padat penduduk, perkotaan, dan wilayah dengan tingkat populasi dan kejahatan yang ramai. Yang masih beranggapan bahwa polisi tidak boleh dipersenjatai layaknya militer, itu anggapan kuno yang sudah tidak relevan dengan perkembangan ancaman modern saat ini. Nyatanya, SWAT dipersenjatai mulai dari Assault Rifle/Senapan Serbu (semacam AK-47, M4 Carbine, Colt M16A2), Sub-Machine Gun (SMG semacam MP5 H&K, MP7 H&K, Uzi), Sniper Rifle (semacam M14 Rifle dan Sniper Kaliber Tinggi .50), Pistol (semacam Beretta 92 Series, Glock, H&K USP Series, dan FN Five-Seven Pistol). Untuk senjata Sniper, SWAT bahkan boleh memakai dan memilih macam-macam senjata sniper berkaliber tinggi .50 Caliber yang tergolong amunisi AT (Anti-Material) yang mampu merusak komposisi armour baja APC (Anti Personal Carrier) atau IFV (Infantry Fighting Vehicles) jika teroris atau musuh menggunakan mobil dengan lapisan tebal atau mobil militer hasil rampasan misalnya. Penggunaan Sniper .50 Caliber AT hanya jika benar-benar dibutuhkan saja dan sifatnya Limited (terbatas).
Di Indonesia saja, terdapat kontroversi penggunaan SAGL oleh Brimob. Masyarakat awam Indonesia tidak paham bahwa SAGL itu bukan senjata anti-tank. GL dalam kata SAGL artinya Grenade Launcher (Peluncur Granat), sedangkan SA dalam kata SAGL berarti Stand-Alone (artinya berdiri sendiri/portable). Jika digabungkan berarti arti SAGL adalah Pelontar Granat Portable, simple, ringan, dan sifatnya yang mudah dibawa-bawa oleh satu individu saja.
SAGL diperlukan unit paramiliter Brimob untuk membubarkan massa demonstran di jalan-jalan. SAGL bisa diisi granat asap, granat gas air mata yang lebih bertujuan untuk membubarkan massa ketimbang untuk melumpuhkan dengan senjata tajam. SAGL ini menuai kontroversi di Indonesia. Padahal lebih berbahaya AK-47 yang dibawa Brimob ketimbang SAGL karena AK-47 membawa peluru tajam walaupun bisa diisi peluru karet sedangkan SAGL untuk membubarkan massa dan berisi pelontar granat. Jelas di negara berkembang ini menjadi kontroversi karena sifat media dan masyarakatnya masih awam dan tidak mengerti kegunaan dan fungsi SAGL oleh korps paramiliter.
Dibandingkan Amerika, disana SWAT dipersenjatai senjata sniper penghancur kendaraan armor yang bisa menghancurkan kendaraan militer seperti Anoa, Komodo, dan sejenisnya yang bertipe APC atau IFV. Tapi itu digunakan jika teroris memakai kendaraan armor baja dan tidak dipakai untuk menyerang Tentara. Di Indonesia, Brimob baru memakai SAGL saja sudah seperti kebakaran jenggot. Belakangan ini TNI juga sering sekali melontarkan pernyataan seolah-olah menyudutkan Kepolisian atas kepemilikan SAGL itu padahal SAGL bukan senjata Anti-Tank Portable tapi Pelontar Granat. Mirip pelontar granat yang dipasang di Senapan Serbu SS Pindad atau pelontar granat di senapan M16 atau M4 Carbine.
Kecemasan dan kontroversi berlebihan mengenai SAGL yang dimiliki brimob di Indonesia diperparah dengan rendahnya pengetahuan dan wawasan masyarakat Indonesia yang memiliki sifat masa bodoh dan apatis terhadap segala hal. Di Amerika, SWAT bahkan mendapatkan mobil militer armor APC seperti Lenco BearCat, Cadillac Gage Ranger, dan helikoper yang dipersenjatai seperti MD Helicopters MD 500. Indonesia saja yang unit paramiliternya ketinggalan zaman dalam hal perlengkapan dan senjata militer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H