Mohon tunggu...
Abdur Rauf
Abdur Rauf Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STIQ Kepulauan Riau

Aku berkarya, maka aku ada. Buku Solo: 1. Di Bawah Renungan Al-Qur'an (2017). 2. The Good Muslim: Menjadi Muslim Berjiwa Kuat, Berakhlak Dahsyat, Berpribadi Hebat, dan Hidup Bermanfaat (2024). Buku Antologi: 1. IMM di Era Disrupsi: Membaca Kecenderungan Baru Gerakan (2022). 2. Kembali Berjuang (2023). 3. Mumpung Masih Muda: Spesial Quotes About Youth (2023).

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Kiyai Tafsir: Dakwah Kultural sebagai Alternatif Purifikasi Ajaran Islam

17 Januari 2025   23:00 Diperbarui: 17 Januari 2025   22:56 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pengajian Ramadhan (Sumber: Doc. Pribadi)

Pada Ahad, 17 Maret 2024, alhamdulillah saya berkesempatan memoderatori Dr. KH. Tafsir, M.Ag., di acara pengajian Ramadhan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta yang berlangsung selama dua hari.

Dr. KH. Tafsir, M.Ag., merupakan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah periode 2022-2027. Beliau akrab disapa dengan panggilan Kiyai Tafsir. Beliau juga sebagai dosen di UIN Walisongo Semarang.

Sebenarnya sejak mahasiswa saya sudah tahu tentang beliau. Saya sering membaca tulisan-tulisan beliau di Majalah Suara Muhammadiyah. Saya juga mengikuti kajian-kajian beliau melalui youtube.

Di acara pengajian Ramadhan tersebut adalah pertama kali saya bertemu langsung dengan beliau dan berkesempatan menjadi moderatornya, setelah sekian tahun hanya tahu beliau melalui karya-karyanya.

Tentu sangat bersyukur bertemu tokoh inspiratif yang pernah mendapatkan Maarif Award tahun 2008 itu. Penghargaan sebagai tokoh yang memperjuangkan pluralisme dan multikultural.

Pada pengajian ini, Kiyai Tafsir bicara tentang Konsep Dakwah Kuktural Muhammadiyah. Menurutnya, dakwah kultural menjadi salah satu alternatif purifikasi ajaran agama Islam ditengah keragaman masyarakat.

Purifikasi yang beliau maksud bukan berarti menghilangkan budaya, tapi lebih kepada menjadikan budaya sebagai media dalam menyampaikan pesan agama. Maka, menurutnya, dakwah tak bisa dipisahkan dari budaya. Justru dakwah itu harus berbudaya, tentu pula tanpa melepaskan nilai-nilai ketauhidan.

Baginya, dakwah adalah menyapa semua orang, dari lorong gelap sampai lorong gemerlap. Oleh sebab itu, pendekatan kultural menjadi kunci penting dalam keberhasilan dakwah agar dakwah tersebut tidak terkesan kaku, keras, memaksa, dan ekslusif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun