Luqman merupakan sosok yang diabadikan namanya oleh Al-Qur’an. Buya Hamka menerangkan bahwa Luqman adalah nama dari seorang yang senantiasa mendekatkan hatinya kepada Allah SWT dan merenungkan alam yang terdapat di sekelilingnya, sehingga ia memperoleh kesan yang mendalam. Begitu pula renungannya terhadap kehidupan ini, dengan demikian terbukalah baginya rahasia hidup itu sehingga ia memperoleh hikmah.
Menurut Buya Hamka, makna hikmah adalah kesan yang membekas dalam jiwa manusia dalam melihat pergantian di antara suka dan duka hidup, melihat kebahagiaan yang diperoleh sesudah perjuangan melawan hawa nafsu, dan celaka yang diterima oleh orang yang melanggar garis-garis kebenaran yang mesti ditempuh. Orang yang ahli hikmah itu disebut sebagai “al-Hakim”. Oleh sebab itu, Luqman dikenal juga dengan sebutan Luqman Al-Hakim (Luqman Ahli Hikmah).
Adapun tentang asal-usul Luqman, ada yang mengatakan bahwa ia merupakan bangsa Negro, atau Habsy, yang warna kulitnya hitam. Al-Baghdadi menuturkan bahwa Luqman bukan dari kalangan Arab, tapi seorang ‘ajami, yaitu anak dari Ba’ura dari keturunan Azar (orang tua Nabi Ibrahim), anak saudara perempuan Nabi Ayyub, atau anak bibi Nabi Ayyub.
Ada juga yang mengatakan bahwa Luqman hidup selama beribu tahun dan berjumpa dengan Nabi Dawud sehingga Nabi Dawud banyak menimba ilmu darinya. Ada yang berpendapat bahwa Luqman termasuk seorang nabi, dan ada pula yang membantah pendapat itu dengan mengatakan bahwa ia hanyalah seorang ahli hikmah.
Tentang riwayat pekerjaan Luqman terdapat beraneka macam pendapat. Ada yang mengatakan bahwa Luqman itu sebagai qadhi kaum Bani Israil, ada yang mengatakan sebagai tukang jahit, ada yang mengatakan sebagai penggembala ternak, atau sebagai tukang kayu. Mengingat usia Luqman yang mencapai ribuan tahun, boleh jadi semua pekerjaan yang disebutkan itu memang pernah dikerjakannya.
Luqman juga memiliki seorang anak yang juga diperdebatkan oleh para ulama. Ada yang mengatakan Tsaran, Masykam, An’am, Asykam, dan atau Matan. Anak dan istri Luqman pada mulanya kafir, tetapi ia selalu berupaya memberi pendidikan dan pengajaran kepada anak dan istrinya sampai keduanya beriman dan menerima ajaran tauhid yang diajarkannya.
Terlepas dari beragamnya pendapat tentang asal-usul, riwayat pekerjaan, dan keluarga Luqman, menurut Buya Hamka, di dalam mencari intisari Al-Qur’an sebenarnya tidak begitu penting mengetahui secara detail dari mana asal-usul, riwayat pekerjaan, maupun keluarga Luqman. Al-Qur’an pun tidak terlalu menonjolkan tentang asal-usul Luqman dan sebagainya itu.
Adapun yang menjadi fokus Al-Qur’an yang penting untuk diperhatikan adalah dasar-dasar hikmah yang diwasiatkan Luqman kepada anaknya, yang mendapat kemuliaan demikian tinggi sehingga dicatat menjadi ayat-ayat dari Al-Qur’an, disebutkan namanya dua kali, yakni pada ayat 12 dan 13 dalam surat ke-31, yang diberi nama dengan namanya: Luqmān.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H