Beberapa hari yang lalu penulis mudik ke jawa untuk merayakan lebaran Idul Adha, ketika sedang santai dirumah pembantu orang tuaku yang bernama Sumiyati biasa dipanggil sum bercerita tentang pemilihan bupati. Ada enam kandidat calon bupati yang hampir semuanya menggunakan uang untuk membeli suara. Sumiyati bercerita bahwa dalam pemilihan terdapat beberapa kantong suara, dalam satu blok (seluas RW) terdapat bebarapa kantong pemilih, kebetulan sumiyati berada di kantong dari calon nomor dua. Dalam kantong itu semua anggota pemilih didata dan diharuskan memilih calon nomor 2, sebagai gantinya diberi 3 bungkus mie instan dan uang 5000.
Sumiyati pun bercerita kalo disekitar rumah orang tua saya diberi kenceng kuali ukuran kecil seharga 10.000, sedangkan teman saya di blok lain mendapat hanya 2 bungkus mie instan dan garam dapur seharga 1000 rupiah. Semakin pintar dan canggih tim sukses dalam menjaring pemilih dengan cara mendata pemilih satu persatu setidaknya bisa meyakinkan bahwa pemilih tersebut tidak akan lari ke calon lain.
Hampir semua pemilih yang bersedia mengikuti pencoblosan akan didatangi oleh tim sukses agar tidak kecolongan oleh tim sukses yang lain. walaupun dengan nilai yang tidak seberapa, tapi terbukti pembelian suara itu ampuh.
Lain Sumiyati lain pula kang Hanas, kang hanas ini pedagang mie ayam pangsit depan rumah saya, dia pun tak luput bercerita tentang bagi-bagi duit, tapi yang sering dia ceritakan tentang pemilihan kepala desa beberapa bulan yang lalu. Bahwa pemilihan kepala desa 4 bulan yang lalu itu rame, ada yang bagi-bagi duit sampai 300.000 juga perorang, ada yang bagi-bagi daging sapi, ada yang bagi pakaian pokoknya semua kebagian.
Yang bikin tambah rame, orang yang ikut taruhan siapa yang bakal menang? lebih hebat lagi orang yang melakukan taruhan itu tidak main-main besarnya bahkan hingga mencapai 100 juta per taruhan per orang. Dalam model taruhan dia akan ikut main membeli suara pemilih, dalam satu desa terdapat sekitar 1000 orang yang mendapat hak memilih, ketika diperkirakan calonnya mendapat suara sekitar 45 % tidak tanggung-tanggung dia berani mengeluarkan uang separuhnya yakni 50 juta untuk membeli suara. apabila 45 % dari 1000 pemilih setidaknya bila bisa merebut 100 orang (10%) maka dia akan menang. maka uang 50 juta tersebut disebarkan ke 100 orang itu sehingga perorang mendapat 500.000. angka yang bisa membuat orang berpindah dari calon yang satu ke yang lainnya.
Umum dalam pikiran masyarakat, siapa yang memberi lebih besar maka dia yang akan dipilih. Pada malah hari sekitar jam 12 malam datang tamu yang memberi amplop, ini bapak/ibu ada titipan dari nomor sekian. ketika subuh ada lagi yang datang, permisi bapak/ibu udah ada yang memberi belum? diberinya berapa? dijawab oleh tuan rumah diberi 15 ribu oleh nomor sekian, kemudian tim sukses bilang, ini saya tambahin uang sebesar 25 ribu dari nomor sekian. kejadian tidak hanya sebatas itu, ketika sedang diadakan pencoblosan tim sukses mengamati siapa saja yang belum mencoblos, maka tim sukses stanby disekitar rumah yang belum melakukan pencoblosan dan ketika pemilih keluar rumah dibujuklah dia dengan diberi sejumlah uang.
Tidak hanya kepala desa, ada tim sukses dari calon bupati yang menyuruh kang hanas memasang baliho calon bupati tapi tentu kang hanas tidak bodoh, dia bilang dapet uang rokok nggak? di jawab oleh tim sukses, dari sananya nggak dapet. kang hanas jawab, nggak mungkin calon kandidat itu nggak ngasih duit, masalahnya kalo mie ayamnya ditinggal nanti gimana kalo ada orang beli? pasang aja sendiri jawab kang hanas karena semua butuh pengertian.
begitulah cerita dari desa di jawa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H