Institusi Kepolisian Tercoreng oleh Oknum
Kasus yang menjerat mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, menjadi noda hitam baru bagi Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Sebagai perwira menengah yang seharusnya menjadi panutan bagi anggota dan masyarakat, tindakan bejat yang diduga dilakukannya justru menghancurkan kredibilitas institusi.
Kepolisian, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum, kini dipertanyakan integritasnya akibat ulah oknum yang menyalahgunakan kekuasaan untuk tindakan kriminal.
Kasus ini bukan hanya mencoreng nama baik AKBP Fajar secara pribadi, tetapi juga memperburuk citra Polri yang masih berjuang membangun kepercayaan publik.
Jabatan Kapolres adalah simbol kepemimpinan di tingkat daerah, dan ketika pemegangnya justru terlibat dalam tindakan tercela, masyarakat kehilangan rasa hormat dan kepercayaan terhadap institusi hukum yang seharusnya melindungi mereka.
Pencabulan dan Narkoba Pelanggaran Berat yang Tak Bisa Ditoleransi
Skandal yang melibatkan AKBP Fajar semakin memprihatinkan ketika diketahui bahwa ia tidak hanya terlibat dalam dugaan pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur, tetapi juga diduga menggunakan narkoba.
Kedua kejahatan ini merupakan bentuk pelanggaran hukum yang sangat serius dan menunjukkan betapa rusaknya moral pelaku.
Sebagai seorang aparat penegak hukum, AKBP Fajar seharusnya menjadi contoh dalam memberantas kejahatan seksual dan peredaran narkotika.
Namun, justru ia sendiri diduga menjadi pelaku dari tindakan yang selama ini dikampanyekan sebagai musuh utama negara. Perbuatan ini tidak hanya melukai korban dan keluarga mereka, tetapi juga melukai masyarakat yang selama ini berharap keadilan bisa ditegakkan tanpa tebang pilih.