Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Bisnis Law

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Elon Musk Naksir OpenAI, Tapi Gagal PDKT!

17 Februari 2025   05:58 Diperbarui: 17 Februari 2025   05:58 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
OpenAI dengan fitur2 Barunya (foto : Kompas.com)

Di dunia bisnis dan investasi, ada satu aturan tak tertulis: semakin bernilai suatu aset, semakin banyak yang mengincarnya. Seperti dalam dunia saham, para investor besar berlomba-lomba menguasai saham perusahaan potensial dengan harapan mendapat keuntungan besar di masa depan. 

Elon Musk, sosok yang tak asing di dunia teknologi dan pasar modal, mencoba melakukan hal serupa terhadap OpenAI. Dengan menawarkan Rp1.583 triliun, Musk berupaya mengakuisisi perusahaan yang kini menjadi kiblat dalam pengembangan kecerdasan buatan. Tapi sayangnya, OpenAI menolak mentah-mentah. Gagal PDKT!

Bukan Sekadar Uang, Ini Soal Independensi

OpenAI bukan startup biasa yang bisa dengan mudah 'dibeli' oleh satu individu, meskipun orang tersebut adalah Elon Musk. Keputusan untuk menolak tawaran fantastis ini bukan sekadar urusan harga, melainkan tentang independensi dan kontrol. OpenAI ingin memastikan bahwa pengembangan kecerdasan buatan tetap dalam jalur yang etis dan tidak dikendalikan oleh kepentingan pribadi atau komersial semata.

Dalam dunia pasar modal, situasi ini mirip dengan perusahaan-perusahaan yang memilih tetap independen daripada menerima buyout dari investor besar. Tidak semua perusahaan ingin menjual kendali demi uang. Ada yang lebih memilih membangun jangka panjang, memastikan nilai intrinsik mereka berkembang secara organik tanpa harus mengikuti agenda investor tertentu.

Pelajaran untuk Pemain Pasar Modal: Fundamental Lebih Berharga daripada Euforia
Bagi CEO dan investor di Indonesia, kejadian ini adalah pengingat bahwa bursa saham bukan tempat bermain drama. Kita sering melihat perusahaan yang ingin go public (IPO) dengan skenario penuh narasi indah, tetapi tanpa fundamental yang jelas. 

Valuasi digelembungkan, laporan keuangan 'dimakeup' agar terlihat menjanjikan, dan sahamnya didorong ke harga tinggi hanya untuk kemudian jatuh setelah euforia reda. Ini adalah contoh buruk dari strategi jangka pendek yang sering kali merugikan investor ritel.

Kegagalan Elon Musk mengakuisisi OpenAI bisa dianalogikan dengan perusahaan yang memiliki fundamental kuat, transparansi, dan arah bisnis yang jelas. Mereka tidak butuh 'gorengan' atau sekadar euforia media untuk bertahan. Sebaliknya, banyak perusahaan yang gagal di bursa karena terlalu sibuk mengemas citra tanpa memiliki daya tahan bisnis yang sebenarnya.

Perusahaan Berfundamental vs. Perusahaan 'Makeup'

Dunia pasar modal Indonesia sering menyaksikan dua tipe perusahaan yang melantai di bursa. Yang pertama adalah perusahaan dengan fundamental kuat, yang memiliki kinerja bisnis jelas, neraca sehat, dan strategi pertumbuhan berkelanjutan. Perusahaan jenis ini tidak tergoda untuk sekadar menjual mimpi, tetapi benar-benar bekerja membangun nilai bagi pemegang sahamnya. 

Sebaliknya, ada pula perusahaan yang tampil menarik saat IPO, dengan narasi pertumbuhan bombastis dan valuasi yang seolah-olah menjanjikan masa depan gemilang. Namun, begitu hype berlalu, terungkap bahwa laporan keuangan mereka tidak seindah yang digambarkan, utang menumpuk, dan bisnisnya jauh dari profitabilitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun