Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bisnis Law

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Belanja Cerdas Ramadan, Antara Pasar Tradisonal, Mall dan Flexing

7 Februari 2025   05:20 Diperbarui: 7 Februari 2025   12:44 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teman menarik Lebaran ( Sumber : Kompas.id) 

Mall dan Ujian Kesabaran

Ramadan seharusnya menjadi momen penuh ketenangan dan ibadah. Namun, bagi sebagian orang, bulan suci justru berubah menjadi arena pertempuran di pusat perbelanjaan. Diskon besar-besaran yang diumumkan sejak awal Ramadan memancing banyak orang untuk berbondong-bondong ke mall.

Saya sering mengamati bagaimana pusat perbelanjaan berubah drastis menjelang Lebaran. Eskalator yang biasanya lancar menjadi padat, antrean kasir mengular, dan suasana yang seharusnya nyaman justru penuh sesak. Baju dengan label "diskon 50%" ternyata koleksi lama yang dikeluarkan ulang. Namun, tetap saja, banyak yang tergoda dan membelinya, bukan karena butuh, melainkan karena tak ingin ketinggalan momen.

Makan di restoran mall pun menjadi ujian tersendiri. Bagi yang ingin berbuka di luar, harus memesan tempat sejak sore, atau siap-siap berburu meja kosong di menit-menit terakhir. Makanan yang biasanya datang dalam hitungan menit berubah menjadi pesanan yang entah kapan datangnya. Perut yang sudah keroncongan harus bersabar lebih lama, sementara ibadah Maghrib sering kali terabaikan.

Saya sering bertanya, apakah semua ini sepadan? Ramadan bukan hanya soal konsumsi, tetapi juga soal mengendalikan diri. Namun, realitanya, banyak yang justru terbawa arus euforia belanja, seolah-olah Lebaran akan kehilangan esensinya tanpa pakaian baru dan pengalaman berbuka di tempat mewah.

Teman menarik Lebaran ( Sumber : Kompas.id) 
Teman menarik Lebaran ( Sumber : Kompas.id) 
Thamrin City dan Perburuan Baju Syar'i

Bagi banyak orang, khususnya perempuan, membeli baju Lebaran menjadi bagian dari tradisi. Saya memahami bahwa tampil baik di Hari Raya adalah keinginan yang wajar. Namun, ada perbedaan antara membeli pakaian dengan niat yang sederhana dan menjadikannya sebagai ajang pamer.

Di Thamrin City, misalnya, perburuan baju syar'i menjelang Lebaran menjadi ritual tahunan. Yang biasanya sepi, kini berubah menjadi pasar penuh sesak. Gamis dengan berbagai model, dari Turki hingga Arabian, dari yang polos hingga berpayet, dipilih dengan teliti.

Bagi banyak ibu dan remaja perempuan, memiliki baju syar'i yang baru untuk sholat Idul Fitri dan kumpul keluarga adalah suatu keharusan. Bukan sekadar untuk menutup aurat, tetapi juga untuk tampil menarik di depan sanak saudara.

Namun, pertanyaannya, apakah baju baru benar-benar esensi dari Lebaran? Saya melihat bagaimana banyak orang rela menghabiskan waktu berjam-jam memilih baju yang "matching" dengan keluarga, namun pada saat yang sama lupa bahwa Ramadan adalah tentang introspeksi dan kesederhanaan.

Pasar Pagi dan Mangga Dua, Surga Barang Branded (Tapi KW)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun