Pemecatan enam pejabat di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) oleh Menteri Nusron Wahid menjadi sorotan publik. Keputusan ini diambil sebagai respons atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan sertifikat tanah di Pagar Laut, Tangerang. Nusron Wahid menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya pembersihan birokrasi dan untuk menegakkan standar integritas di dalam kementerian.
Namun, keputusan ini menuai berbagai reaksi. Di satu sisi, pemecatan tersebut dianggap sebagai langkah tegas dalam membenahi permasalahan di ATR/BPN. Di sisi lain, banyak pihak mengkhawatirkan bahwa tindakan yang diambil sebelum adanya proses hukum yang matang justru dapat menghambat penyelidikan.Â
Mengingat pentingnya peran pejabat yang dipecat dalam birokrasi pertanahan, apakah langkah ini merupakan keputusan yang tepat, atau justru menjadi blunder yang dapat menghambat proses penegakan hukum?
Langkah Prematur dan Indikasi Pidana yang Lebih Berat
Pemecatan tanpa adanya penyelidikan hukum yang mendalam dapat berisiko menciptakan celah hukum yang sulit untuk diatasi. Dalam kasus ATR/BPN, dugaan pelanggaran yang dilakukan para pejabat ini berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan sertifikat tanah.Â
Indikasi pidana dalam kasus ini bisa mencakup pemalsuan dokumen (Pasal 263 KUHP), penyalahgunaan jabatan Gratifikasi dan  Korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
 Jika pemecatan dilakukan sebelum barang bukti dan sistem birokrasi dapat diamankan, ada kemungkinan bahwa para pejabat yang terlibat dapat menghilangkan bukti-bukti yang memberatkan mereka.Â
Seharusnya, sebelum tindakan administratif diambil, perlu ada langkah hukum seperti penyelidikan mendalam oleh aparat penegak hukum, termasuk penyitaan dokumen dan pemantauan transaksi terkait. Tanpa langkah-langkah ini, keputusan pemecatan berisiko memperlambat penyelidikan dan bahkan bisa membuat proses hukum menjadi lebih sulit.
Perbandingan dengan Pemecatan Pegawai Kominfo Digi Setelah Ditetapkan Tersangka
Kasus ATR/BPN kontras dengan langkah yang diambil oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kom Digi) dalam menangani pegawai yang terlibat dalam kasus judi online. Menteri Meutya Hafid memilih untuk menonaktifkan sebelas pegawai terlebih dahulu, menunggu penyelidikan lebih lanjut, dan hanya memutuskan pemecatan setelah mereka resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat hukum.
Langkah yang diambil oleh KomDigi memberikan contoh pendekatan yang lebih hati-hati dan sistematis. Dengan memastikan bahwa pemecatan dilakukan setelah ada landasan hukum yang kuat, Kom Digi tidak hanya menjaga stabilitas birokrasi tetapi juga memastikan bahwa para tersangka tetap dalam jangkauan hukum.