Ini berbeda dengan ATR/BPN, di mana pemecatan lebih dahulu dilakukan tanpa adanya status hukum yang jelas, yang bisa mengganggu jalannya penyelidikan serta memungkinkan tersangka untuk menghilangkan jejak sebelum diperiksa lebih lanjut.
Pemecatan enam pejabat ATR/BPN adalah langkah yang tampak berani, tetapi ada risiko besar bahwa tindakan ini bisa menjadi blunder hukum. Tanpa koordinasi yang memadai dengan aparat penegak hukum, keputusan ini dapat membuat penyelidikan lebih sulit, terutama dalam pengumpulan barang bukti dan pemanggilan pejabat yang sudah kehilangan status resminya.
Pemerintah dan instansi terkait perlu lebih berhati-hati dalam menangani kasus yang melibatkan pejabat negara. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kejadian serupa antara lain:
Koordinasi dengan Aparat Hukum -- Sebelum melakukan pemecatan, sebaiknya ada penyelidikan mendalam dan penyitaan barang bukti terlebih dahulu.
Pemberian Status Non-Aktif -- Dibandingkan langsung dipecat, pejabat yang diduga terlibat sebaiknya diberi status non-aktif untuk memastikan mereka tetap dalam jangkauan hukum.
Perlindungan Bukti -- Pemerintah harus memastikan bahwa sebelum keputusan pemecatan dibuat, barang bukti sudah diamankan sehingga tidak dapat dihilangkan oleh pihak yang bersangkutan.
Pembelajaran dari Kasus KomDigi -- Pendekatan yang diambil KomiDigi dapat menjadi acuan dalam menangani kasus pegawai yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum.
Pada akhirnya, ketegasan dalam pembersihan birokrasi memang diperlukan, tetapi tanpa strategi yang matang, langkah tersebut justru bisa memperlambat proses hukum dan menurunkan efektivitas upaya pemberantasan korupsi.
Referensi
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi