Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pagar Misterius

16 Januari 2025   04:04 Diperbarui: 16 Januari 2025   04:04 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mendengar kata "pagar," kita langsung membayangkan sesuatu yang berdiri gagah, melingkari rumah, menjaga keamanan, dan mencegah ayam tetangga masuk ke halaman. Tapi, pagar bukan hanya soal fisik. 

Ia adalah simbol aturan. Dalam psiko tes, pagar yang Anda gambar harus kokoh, tidak miring, dan jelas tujuannya. Kalau pagar Anda tampak goyah, artinya ada masalah besar: Anda belum siap menghadapi kehidupan yang penuh badai.

Tapi tunggu dulu, pagar tidak selalu jadi pahlawan. Ada istilah "pagar makan tanaman." Bayangkan, pagar yang semestinya melindungi malah menjadi musuh dalam selimut. 

Dalam politik, ini ibarat pejabat yang memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Dalam hukum, ini seperti hakim yang lebih suka uang daripada keadilan. Bahkan di rumah tangga, pagar makan tanaman bisa berarti kerabat yang gemar mengkritik lebih tajam daripada tetangga sebelah. Ironi ini membuat kita bertanya: pagar ini sebenarnya pelindung atau perusak?

Pagar di Laut Tangerang, Bambu yang Membelah Laut

Mari kita bicara tentang pagar yang lebih dramatis. Di perairan Kabupaten Tangerang, sebuah pagar bambu sepanjang 30 kilometer berdiri megah di laut. Apa ini? Versi modern dari Tembok Besar Cina? Atau semangat Bandung Bondowoso yang membangun seribu candi dalam semalam? Tapi ini bukan candi, melainkan pagar bambu yang entah melindungi apa.

Habib Ali Alwi, anggota DPD RI asal Banten, menyebut pagar ini sebagai ulah "orang serakah." Katanya, "Awalnya bambu, nanti bisa jadi beton." Bahkan, seniman Komeng menambahkan, "Kalau pagar mau kuat, kenapa nggak kerja sama dengan pengusaha tralis?" Sebuah saran yang penuh humor, tapi masuk akal.

Pagar sepanjang 30 kilometer ini bukan sembarang pagar. Ia menjadi simbol ambisi yang tak jelas arah. Dugaan-dugaan pun bermunculan. Mungkin pagar ini bagian dari skenario besar seorang "sutradara" misterius. Dalam imajinasi liar, pagar ini layak masuk dua film blockbuster: "Titian Perjalanan ke Neraka" atau "Perjalanan Rahwana mencari Sinta".

 Jangan Biarkan Pagar Jadi Tsunami

Kita harus ingat bahwa pagar adalah batas dan pelindung. Tetapi, pagar tanpa tujuan yang jelas hanya akan menciptakan kebingungan. Dalam kasus pagar bambu di laut Tangerang, transparansi dari pemerintah sangat dinantikan. 

Jangan biarkan isu ini berkembang liar seperti tsunami yang menghancurkan segalanya, termasuk kepercayaan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun