Bojonegoro, sebuah kabupaten di Jawa Timur, dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumber daya alam (SDA), khususnya minyak dan gas bumi (migas) dari Blok Cepu.Â
Kabupaten ini memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang tergolong tinggi, mencapai Rp 8,7 triliun pada tahun 2024.Â
Namun, ironi besar masih terlihat, meskipun ada eksploitasi SDA yang terus berlanjut, manfaat ekonomi dari kekayaan alam ini belum dirasakan secara signifikan oleh penduduk lokal. Banyak masyarakat masih terjebak dalam kemiskinan, sementara lapangan kerja yang layak dan berkelanjutan masih sangat terbatas.
Masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi Bojonegoro mencerminkan adanya kesenjangan antara potensi daerah dan kesejahteraan masyarakatnya:
Kemiskinan, Â Pada tahun 2024, tingkat kemiskinan mencapai 11,69%, dengan lebih dari 147.000 jiwa hidup di bawah garis kemiskinan. Meski angka ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya, jumlahnya masih cukup signifikan untuk ukuran daerah dengan APBD tinggi.
Pengangguran, Â Hingga tahun 2023, jumlah pengangguran mencapai 36.411 orang, akibat meningkatnya jumlah angkatan usia kerja. Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2024 tercatat sebesar 4,42%, turun dari 4,63% pada 2023. Namun, angka ini belum mencerminkan realitas lapangan kerja yang didominasi sektor informal dengan pendapatan rendah.
Stunting, Â Masalah gizi buruk terus menjadi ancaman bagi anak-anak di Bojonegoro, memengaruhi kualitas generasi mendatang. Stunting tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga pada produktivitas jangka panjang penduduk lokal.
Perceraian, Pada 2022, terdapat 2.690 perkara perceraian yang diajukan, terdiri dari 1.909 cerai gugat dan 781 cerai talak. Tingginya angka perceraian sering kali disebabkan oleh tekanan sosial-ekonomi dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
APBD Tidak Terserap Optimal, Â Berdasarkan data Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bojonegoro, hingga 26 September 2024, realisasi belanja baru mencapai 36,03% atau Rp 2,9 triliun dari total APBD Rp 8,2 triliun. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan anggaran ini menunjukkan inefisiensi dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan yang seharusnya berdampak langsung pada masyarakat.
Melihat tantangan tersebut, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dapat menjadi solusi strategis untuk mengatasi berbagai permasalahan di Bojonegoro.Â
KEK adalah zona dengan fasilitas khusus yang dirancang untuk mendorong investasi dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dengan pola pembangunan yang integratif, KEK memungkinkan pengembangan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan terarah.