Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wonderful Indonesia Vs Malaysia Truly Asia, Ketika Strategi kalahkan Keindahan

14 Desember 2024   06:26 Diperbarui: 14 Desember 2024   14:27 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wonderful Indonesia Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Keamanan dan kenyamanan juga menjadi faktor penting. Malaysia tahu bahwa wisatawan tidak suka diganggu. Tidak ada pungutan liar, preman, atau parkir mahal yang tiba-tiba muncul di tengah perjalanan. Semua destinasi dijaga dengan baik, dari kebersihan hingga keamanannya.

Di sisi lain, beberapa destinasi wisata di Indonesia masih menghadapi masalah premanisme. Wisatawan yang ingin menikmati pantai atau gunung sering terganggu oleh pungutan liar atau pedagang asongan yang terlalu agresif. Hal ini tidak hanya merusak pengalaman wisata, tetapi juga mencoreng citra pariwisata Indonesia di mata dunia.

Namun, yang paling mencolok adalah perbedaan dalam branding. "Malaysia, Truly Asia" adalah slogan yang cerdas. Dengan tiga kata, mereka berhasil menggambarkan seluruh pengalaman yang bisa didapatkan wisatawan, Asia yang autentik, beragam, dan nyaman.

Sementara itu, "Wonderful Indonesia" terdengar indah, tetapi kurang spesifik. Apa yang membuat Indonesia "wonderful"? Apakah Bali? Atau Raja Ampat? Pesannya terlalu luas dan akhirnya tidak meninggalkan kesan mendalam.

Malaysia juga konsisten dengan pesan mereka. Mereka telah menggunakan "Truly Asia" sejak 1999, membangun asosiasi kuat di benak wisatawan. Indonesia, di sisi lain, sering mengganti slogan. Dari "Visit Indonesia Year" hingga "Wonderful Indonesia", branding kita terasa kurang kohesif dan kehilangan momentum.

Mungkin inilah yang membuat wisatawan lebih memilih Malaysia. Mereka tahu apa yang akan mereka dapatkan: pengalaman Asia yang lengkap dalam satu tempat. Mereka tidak perlu repot-repot menjelajah ke banyak negara atau destinasi untuk merasakan budaya Asia yang beragam.

Bukan berarti Indonesia tidak punya peluang. Keindahan alam dan budaya kita adalah aset yang tak tertandingi. Tapi keindahan saja tidak cukup. Kita perlu belajar dari Malaysia tentang bagaimana menjual potensi tersebut dengan cara yang lebih efektif. Infrastruktur harus ditingkatkan, destinasi selain Bali harus dipromosikan secara besar-besaran, dan yang terpenting, gangguan seperti premanisme harus dihilangkan.

Indonesia adalah butik premium pariwisata dunia---penuh kejutan dan keindahan eksklusif. Tapi butik ini hanya bisa diakses oleh mereka yang siap menghadapi waktu, biaya, dan energi ekstra. Sementara itu, Malaysia adalah supermarket Asia: praktis, lengkap, dan nyaman.

Jika Indonesia ingin bersaing, kita harus mengemas keindahan kita dengan cara yang lebih ramah wisatawan. Dengan begitu, wisatawan akan tahu bahwa Indonesia tidak hanya "wonderful", tetapi juga nyaman dan mudah dijangkau. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari kita bisa mengalahkan "Truly Asia" dengan "Truly the Best".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun