Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wonderful Indonesia Vs Malaysia Truly Asia, Ketika Strategi kalahkan Keindahan

14 Desember 2024   06:26 Diperbarui: 14 Desember 2024   06:26 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wonderful Indonesia Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Ketika berbicara soal pariwisata, Indonesia dan Malaysia sering dibandingkan seperti dua saudara sekampung yang tinggal di kawasan Asia Tenggara. Keduanya punya banyak cerita, budaya, dan keindahan alam untuk dibanggakan.

Namun, dalam hal menarik perhatian wisatawan internasional, rasanya Malaysia punya cara yang lebih cerdik. Mereka dengan percaya diri melabeli diri sebagai "Malaysia, Truly Asia", slogan yang sederhana tapi melekat di ingatan. Sementara itu, Indonesia dengan "Wonderful Indonesia" terdengar seperti undangan pesta yang megah, tetapi brosur acaranya hanya memperlihatkan satu ruangan: Bali.

Kenapa Malaysia bisa begitu percaya diri memproklamirkan dirinya sebagai representasi Asia? Bukankah Indonesia memiliki keberagaman budaya yang jauh lebih kaya? Jawabannya sederhana: branding mereka lebih tajam, fokus, dan konsisten. Malaysia berhasil meyakinkan dunia bahwa mereka adalah miniatur Asia dalam satu negara---sebuah pengalaman multikultural tanpa harus repot-repot menjelajahi seluruh benua.

Lihatlah bagaimana Malaysia dengan cerdik menampilkan semua yang Asia miliki. Ada budaya Melayu, India, dan Cina yang hidup berdampingan secara harmonis. Wisatawan bisa menikmati nasi lemak untuk sarapan, kari India untuk makan siang, dan dim sum untuk makan malam---semua tanpa meninggalkan Kuala Lumpur.

Jika bosan di kota, ada Langkawi dengan pantai tropis yang indah, atau Cameron Highlands untuk menikmati sejuknya perkebunan teh. Semua ini dibungkus rapi dengan akses transportasi yang mudah dan fasilitas yang ramah wisatawan.

Bandingkan dengan Indonesia. Kita punya Bali, Raja Ampat, Lombok, hingga Yogyakarta dengan Candi Borobudur dan Prambanan. Keindahan alam kita tak tertandingi, dari pegunungan hingga dunia bawah laut. Tapi apa yang terjadi?

Wisatawan sering hanya mengenal Bali, seakan-akan Indonesia adalah Bali, dan Bali adalah Indonesia. Padahal, ada 17.000 pulau lainnya yang menunggu untuk dijelajahi. Sayangnya, banyak dari destinasi ini terjebak dalam bayang-bayang Bali karena kurangnya promosi yang terintegrasi.

Malaysia tahu cara menjual diri. Mereka seperti tetangga yang selalu punya iklan besar di pinggir jalan: "Ayo ke Malaysia, di sini ada semuanya!" Iklannya sederhana, visualnya menarik, dan pesannya jelas. Sementara itu, Indonesia seperti tetangga yang punya pameran seni abstrak.

Brosurnya penuh gambar indah, tapi wisatawan bingung harus memulai dari mana. Apakah mereka ke Raja Ampat? Labuan Bajo? Atau ke Gunung Bromo? Semua terlihat memukau, tapi jaraknya jauh, transportasinya mahal, dan fasilitasnya sering tidak memadai.

Infrastruktur adalah salah satu kunci keberhasilan Malaysia. Mereka memastikan bahwa setiap destinasi utama mudah diakses. Bandara KLIA menjadi hub internasional yang mempermudah wisatawan masuk. Dari sana, ada jalan tol, kereta cepat, hingga feri yang nyaman. Anda ingin ke Langkawi? Tidak perlu stres, semuanya sudah terjadwal rapi.

Sebaliknya, Indonesia masih menawarkan "petualangan". Pergi ke Raja Ampat, misalnya, adalah pengalaman yang indah, tetapi Anda harus siap melewati perjalanan panjang dengan pesawat, kapal, hingga perahu kecil. Ini mungkin menyenangkan bagi mereka yang mencari pengalaman eksotis, tetapi bagaimana dengan wisatawan yang hanya ingin liburan santai? Seringkali, mereka menyerah bahkan sebelum perjalanan dimulai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun