Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Bisnis

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pernikahan, antara Cinta, Pesta dan Realitas Maya

3 Desember 2024   11:27 Diperbarui: 3 Desember 2024   11:35 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pernikahan (Foto Pexels.com)

Pernikahan itu katanya ibarat melangkah ke babak baru dalam hidup. Semua orang pasti setuju. Tapi masalahnya, babak baru itu sering banget dimulai dengan pesta besar yang megah, seolah-olah pesta adalah tiket menuju hidup bahagia selamanya. Padahal, setelah lampu-lampu padam, dekorasi bunga layu, dan tamu-tamu pulang, yang tersisa hanyalah dua orang yang harus menghadapi kenyataan bahwa rumah tangga tidak pernah sesederhana senyuman di foto pernikahan.

Bayangkan begini. Kamu dan pasangan habis bikin pesta super mewah. Dekorasinya serasa di negeri dongeng, makanan serasa jamuan kerajaan, dan penyanyinya adalah artis favorit tetangga sebelah. Tamu undangan pun pulang sambil berbisik, "Wow, luar biasa! Pernikahan tahun ini!" Tapi saat malam tiba, kamu dan pasangan duduk di kasur yang masih nyicil, sambil menatap rekening yang tiba-tiba kosong, bertanya-tanya, "Gimana kita bayar utang bulan depan?"

Bukan cuma soal pesta, loh. Di zaman sekarang, tantangan pernikahan bertambah satu bab baru yang nggak dihadapi orang tua kita dulu: dunia maya. Media sosial. Oh, platform ajaib yang bikin semua orang terlihat bahagia, pasangan lain terlihat sempurna, dan kamu mendadak merasa seperti menikah dengan manusia biasa. Kamu scrolling feed Instagram, dan yang kamu lihat adalah pasangan lain yang makan malam di restoran bintang lima, liburan di Maldives, dan suprise anniversary dengan hadiah mobil. Kamu menoleh ke pasanganmu yang lagi ngupil sambil nyalain TV, terus mikir, "Kenapa hidupku nggak kayak mereka?"

Padahal, coba deh kita jujur sama diri sendiri. Apa yang kamu lihat di media sosial itu hanya bagian yang sudah dipoles, dipilih, dan diberi filter terbaik. Itu bukan kenyataan utuh. Mereka nggak akan upload foto waktu habis bertengkar soal siapa yang buang sampah atau waktu lupa bayar listrik. Dunia maya memang penuh ilusi, dan kalau kamu nggak hati-hati, kamu bisa terjebak membandingkan hidupmu dengan versi palsu hidup orang lain.

Lucunya, kadang bukan cuma kamu yang terjebak. Banyak pasangan yang, alih-alih menyelesaikan masalah dalam rumah tangga, malah cari pelarian di media sosial. Awalnya cuma nge-like foto lama temen lama, terus berlanjut ke DM, terus lama-lama ngobrol intens. "Cuma teman," katanya. Padahal, dunia maya yang serba indah itu mulai terasa lebih menarik daripada kenyataan di rumah. Kalau sudah begini, pernikahan yang harusnya jadi perjalanan cinta malah berakhir dengan drama tambahan yang sebenarnya nggak perlu.

Dulu, orang tua kita hidup dengan lebih sederhana. Mereka tahu bahwa menikah bukan soal mencari kesempurnaan, tapi menerima ketidaksempurnaan pasangan. Mereka nggak punya media sosial untuk membandingkan hidup mereka dengan orang lain. Ketika ada masalah, mereka bicara, menyelesaikan, dan melanjutkan hidup. Tapi sekarang? Masalah kecil saja bisa jadi besar karena ada media sosial yang menunggu curhat tanpa batas. Kadang, curhat ini malah bikin masalah tambah ruwet.

Balik lagi ke pesta pernikahan. Ada yang bilang, "Sekali seumur hidup, pestanya harus luar biasa!" Tapi coba kita pikir baik-baik. Apa yang sebenarnya lebih penting? Menghabiskan 2 miliar rupiah untuk pesta satu malam atau menggunakan uang itu untuk sesuatu yang benar-benar berarti, seperti membayar DP rumah, memulai usaha, atau menabung untuk masa depan?

Kebahagiaan dalam pernikahan itu bukan soal besar kecilnya pesta, tapi bagaimana kalian menghadapi kehidupan setelah pesta selesai. Pernikahan adalah tentang cinta yang sederhana tapi kokoh, tentang dua orang yang saling menerima dan saling belajar. Nggak perlu baper kalau pasanganmu nggak kayak tokoh drama Korea yang selalu romantis. Karena realita itu bukan soal adegan hujan-hujanan sambil ngejar pasangan di bandara, tapi lebih kepada siapa yang ingat bayar token listrik sebelum mati.

Percayalah, pernikahan yang bahagia bukan tentang jumlah tamu yang datang ke pesta atau jumlah like di postingan Instagram pernikahanmu. Pernikahan yang bahagia adalah tentang siapa yang rela berbagi mi instan terakhir saat akhir bulan, siapa yang mau nemenin nonton film meski genrenya nggak disuka, dan siapa yang tetap memilihmu setiap hari meski dunia maya menawarkan banyak ilusi yang terlihat lebih indah.

Jadi, buat kamu yang lagi mempersiapkan pernikahan atau baru saja menikah, santai saja. Jangan terlalu terjebak pada pesta atau ilusi dunia maya. Pesta itu penting, tapi bukan segalanya. Yang jauh lebih penting adalah bagaimana kamu dan pasangan menjalani hari-hari setelahnya. Bagaimana kalian saling memahami, saling memaafkan, dan tetap saling mencintai meski ada ribuan alasan untuk menyerah.

Dan soal media sosial, ingatlah apa yang kamu lihat di layar bukan kenyataan. Jadi, berhentilah membandingkan. Fokus pada kehidupan nyata, pada cinta yang kamu punya, dan pada pasanganmu yang mungkin nggak sempurna tapi nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun