Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Magister Hukum-Praktisi Bisnis

Penulis buku Mindset dan Bondo Nekad, Tekad wong ndeso menjadi legislator (ditulis dalam rangka caleg DPR RI).

Selanjutnya

Tutup

Film

Film "Sang Martir" (2012) Jalan Cinta di Hari Toleransi Internasional

17 November 2024   12:45 Diperbarui: 17 November 2024   13:19 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film sang Martir (sumber kompas (VIU).

Dalam rangka Hari Toleransi Internasional, film Sang Martir karya Helfi Kardit menjadi medium yang menggugah hati dan pikiran. Lebih dari sekadar tontonan, film ini adalah ajakan untuk merenungkan arti sejati toleransi di tengah masyarakat yang beragam.

Helfi, sebagai seorang Muslim, menggambarkan perjuangan membangun toleransi lintas agama melalui kisah yang mendalam dan menyayat hati. "Kita hidup di era yang damai. Tidak ada alasan untuk melanjutkan warisan konflik dari masa lalu," katanya. Dengan pendekatan yang humanis, Sang Martir menghadirkan narasi cinta, keimanan, dan perjuangan untuk menemukan harmoni di tengah perbedaan.

Ketegangan Rangga dan Pendeta Yosef

Di balik jeruji besi, kebencian dan amarah memenuhi hati Rangga. Ketidakadilan yang ia alami, tragedi di panti asuhan, dan hilangnya masa depan anak-anak membuatnya terjebak dalam kebingungan moral.

Dalam momen penuh emosi, Rangga, yang diliputi amarah dan kebencian, mencoba melampiaskan rasa frustrasinya dengan memukul Pendeta Yosef sambil meneriakkan "Allahu Akbar." Namun, pukulan itu tidak menggoyahkan Yosef. Ia berdiri teguh, menahan pukulan Rangga dengan kedua tangannya, bukan dengan kekerasan, tetapi dengan ketenangan dan keikhlasan.

Dengan suara yang penuh keteduhan, Yosef berkata, "Nak, kata-kata itu bukan untuk melukai. Kata itu adalah pujian kepada Tuhan, dan hanya layak diucapkan dengan hati yang ikhlas."

Rangga, yang terengah-engah oleh emosinya sendiri, berhenti. Ia menyadari bahwa amarahnya tidak membawanya ke mana-mana. "Aku tidak melawan Tuhan," katanya pelan. "Aku hanya mencoba bertahan."

Pendeta Yosef mendekatinya, menatap mata Rangga dengan pandangan penuh kasih. "Bertahanlah, Nak, tapi bukan dengan kebencian. Bertahanlah dengan cinta. Karena hanya cinta yang bisa menyembuhkan luka sebesar apa pun."

Adegan ini menggambarkan keseimbangan emosional antara kemarahan Rangga yang penuh gejolak dan ketenangan Yosef yang penuh pengertian. Kamera menangkap intensitas ini dalam medium shot, menggambarkan pergulatan emosi yang melampaui sekadar perbedaan agama.

Pendeta Yosef, yang merasa bersalah atas perpecahan agama di masa lalu, membuka hatinya kepada Rangga. Ia mengungkapkan penyesalan atas pilihannya yang keliru, di mana ia berpikir bahwa konflik bisa menyelesaikan perbedaan.

Rangga mendengarkan dalam diam. Di benaknya, tragedi di panti asuhan dan perasaan gagal untuk melindungi anak-anak menghantui. Dengan suara bergetar, ia bertanya, "Apa aku bisa dimaafkan? Apa aku masih pantas berharap pada Tuhan?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun