oleh: Abdul Wahid
Pengajar Program Pascasarjana Universitas Islam Malang
dan pengurus AP-HTN/HAN dan penulis sejumlah buku agama dan hukum
“Cinta adalah ketika kebahagiaan orang lain lebih penting daripada kebahagiaan diri sendiri.” Demikian pernyataan H Jackson Brown, Jr, pengarang buku Life s Little Instruction yang mengingatkan manusia, bahwa dalam hidupnya, haruslah ada banyak peran yang bisa memberikan kebahagiaan pada orang lain.
Untuk memberikan kebahagiaan seperti kesejahteraan, keadilan, pangan yang cukup, atau berbagai kebutuhan orang lain, tidaklah gampang. Sikap atau perilaku ini memerlukan dukungan yang bernama keberanian. Sikap tidak kecil nyali ini mesti dihadapkan dengan tantangan yang beragam, yang diantaranya tidak ringan. Katakanlah di saat banyak elemen masyarakat membutuhkan banyak bantuan akibat terkena pandemic Covid-19, di satu sisi mesti ada kecenderungan kehati-hatian dalam mengelola keuangan (pengeluaran), namun di sisi lain, ada kewajiban panggilan kemanusiaan dimana sesama banyak yang membutuhkan jiwa kedermawanannya.
Meski seperti itu yang harus dihadapi dalam pergolakan zaman (sejarah), sikap mulia yang harus dipertahankan adalah dalam diri setiap subyek bangsa atau warga masyarakat tidaklah boleh kecil keberanian, apalagi sampai mengidap “kefakiran” optimisme. Mempertahankan sikap demikian identic dengn menghidupkan dan menyalakan semangat dan aksi bertemakan perubahan. Mulai dari semangat harus dijadikan sebagai modal untuk membakar dan menggerakkan mesin dalam dirinya. Dari semangat ini kemudian dijadikan sebagai pembangkit menajamkan dan membeningkan rasio. Kalau sudah demian, barangkali hal yang semula sebagai kesulitan atau penyakit yang “sangat” membebani, akan menjadi lebih ringan, meskipun secara psikologis dan fisik tidka bisa menghialngkan bebannya sama sekali.
“Fakir” militansi atau krisis keberanian tidak boleh sampai mengidap berlarut-larut bangsa ini, sebab jika tidak, maka akan sulit ditemukan sosok manusia yang siap menghadapi resiko dari apa yang diperbuatnya. Kalau sudah demikian, tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari bangsa ini, kecuali menghabiskan sisa-sisa dari sumberdaya yang dianugerahkanNya.
Tuhan sangatlah menghormati manusia-manusia yang tidak gampang menyerah dan takluk dengan tantangan kesulitan yang ada. Tuhan memuji manusia yang berani melakukan perubahan dengan orientasi yang benar dan menyebarkan kemaslahatan makro, meski demi perubahan besar ini, segala bentuk rintangan menghadang di depan dan siap membunuhnya.
Sebagai refleksi lain, demi menghentikan langkah besar dan agung yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, segenap komunitas elit Arab yang sedang memuja-muja kejahiliahannya, mencoba menjinakkan Nabi dengan cara menawarkan perempuan-perempuan cantik, harta berlimpah, dan kedudukan yang mapan kepadanya, akan tetapi dengan berani, Nabi menjawabnya “andaikan bulan dan matahari kalian berikan pun, aku tidak akan menghentikan langkahku”.
Dalam perjuangannya, Nabi sudah menghadapi masa-masa sulit, tantangan berat, atau cobaan yang luar biasa, yang tidak hanya mengenainya, tetapi juga menimpa sahabat-sahabat (orang-orang dekatnya). Masa sulit atau beragam tantangan yang menghadangnya dijadikan sebagai “modal” untuk terus melangkah dan melangkah, tidak ciut nyali, tidak gentar, dan sangat rajin menggalang perjuangan demi meraih kemenangan dan kejayaan, khususnya dalam memberikan kebahagiaan pada rakyat tanpa kecuali.
Intinya, tidak ada opsi perubahan yang bisa diraih setiap subyek bangsa dimanapun yang tidak mengandung resiko, tantangan, dan bahkan hujatan. Selalu ada duri dalma setiap langkah meraih prestasi. Istilah lain, tidak ada “kebagaiaan yang diperoleh dengan gratis”. Semuanya butuh usaha dan kerja keras, termasuk menghadapi keragaman virus yang berkembang di tengah masyarakat, yang salah satunya bernama Covid-19,