Ketik aada kasus tertentu yang terobongkar, kita behak mengasumsikan, bahwa yang belum terkuak bisa jadi lebih hebat dan masif, pasalnya problem yuridis yang kelasnya di atas kasus tertebtu, katakanlah yang ditangani oleh apparat penegak hukum sekarang ini sangatlah banyak dan beragam, sehingga rasional untuk melemparkan kecurigaan, bahwa ada sistem  politik dan yuridis yang tidak menyentuhnya atau sistem hukum sedang "digantung" oleh kekuatan tertentu yang berpengaruh terhadap nasib aparat penegak hukum.Â
Koruptor di negara ini sangat identik dengan kekuasaan. Di rezim jenis apapun, barangkali tak ada yang benar-benar steril dari korupsi. Ketika elemen rezim ini sangat piawai melakukan korupsi karena  dukungan politik atau ada "tangan-tangan gaib" (the invisible hands), yang membantunya, maka daya imunitas kekuasaan koruptif semakin kuat.Â
Imunitas kekuasaan yang koruptif itu potensial membuat  para produsen dan penyebar korupsi lebih rajin menjalankan aksi kriminalitasnya ini. Ulah seperti ini bisa tidak mengenal negara sedang menghadapi kondisi apapun, karena baginya (pengampu kekuasaan) yang "nakal", momentum itu bisa diciptakan dan bahkan  dikembangkan sesuai irama politik dan budaya di lingkaran kekuasaan.
Kalau deskrips kasus itu dapat dijumpai atau minimal didengar dari apparat peradilan yang selama ini berurusan dengan para penyimpang hukum di lingkungan kekuasaan, bailk eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, Â maka ada fenomena kalau para pelakunya sudah melebar ke para praktisi hukum yang lainnya. Kalau kondisi ini sampai terjadi, ditakutkan terjadi perluasan wilayah kejahatan elitis, yang tentu saja bisa sangat mengerikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H