Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Komite Etik Independen

25 Januari 2015   00:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:26 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abraham Samad. [SP/M Kiblat]

Berita politik dan hukum belakangan ini berkembang cepat. Akselerasinya sangat tinggi. Belum sempat mencerna secara rasional dan yuridis tentang institusi mana yang berwenang menerima laporan Komjen Budi Gunawan (BG) terhadap Abraham Samad soal penetapan tersangkanya, kini publik dibuat geger dengan “informasi” atau testimoni soal sikap Abraham Samad sekarang yang dikaitkan saat mencalonkan diri sebagai cawapres.

Barangkali benar jawaban pemenang Nobel Perdamaian Sean Bride, saat ditanya para jurnalis tentang hak istimewa yang dipilihnya, yang ia sebut “hak atas informasi”, pasalnya informasi itu bisa membuat seseorang atau masyarakat secepatnya mendapatkan pengetahuan, cerdas, dan terdidik, namun sebaliknya bisa membuat masyarakat dibodohi ketika informasinya tidak benar, alias sarat kecurangan.

Berita terkontemporer, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memberikan testimoni soal Ketua KPK, Abraham Samad. Plt. Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto di Jakarta, Kamis (22/1) menyatakan, sangat kuat kesan kalau Ketua KPK Abraham Samad sedang membalas dendam kepada pemerintahan saat ini dan parpol pendukung ketika mengumumkan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai tersangka KPK (Suara Pembaruan, 22 Januari 2015) .

Hasto Kristiyanto menyatakan peristiwa itu dengan membeberkan kesaksian saat pertemuannya dengan Ketua KPK, Abraham Samad pada 19 Mei 2014.Saat itu, Hasto adalah bagian dari Tim Sukses Jokowi dan momentumnya adalah saat putaran terakhir  dalam penentuan pasangan capres-cawapres.

Dalam kesaksian Hasto disebutkan, Pada 19 Mei 2014, sekitar pukul 20.00 WIB, diputuskanlah bahwa calon wapres pendamping Jokowi adalah Jusuf Kalla (JK). Keputusan itu diambil oleh Jokowi sendiri sebagai calon presiden, dengan mendapat masukan dari seluruh parpol pendukungnya.

Memang saat itu, suara PDI-P di Pemilu Legislatif tak memenuhi syarat mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, sehingga dilakukan kerja sama dengan sejumlah Parpol (NasDem, Hanura, PKB, dan PKPI).  Dari masukan yang ada, Jokowi memutuskan cawapresnya adalah JK.

Setelah itu, sekitar pukul 24.00 WIB, Hasto membuat janji bertemu dengan Abraham Samad, karena diperintahkan Jokowi untuk menyampaikan keputusan itu. Hasto menceritakan realitas politik yang tidak memilihnya (Abraham Samad). Samad lalu mengatakan ’saya tahu. Karena saya sudah melakukan penyadapan. Saya tahu yang menyebabkan kegagalan saya ini Bapak Budi Gunawan’. Itu yang dia sampaikan saat itu. Ada saksinya,"

Lalu apa benar BG yang menolak Samad sebagai cawapres?
Hasto mengatakan, BG sama sekali tak terlibat. Karena secara formal dan informal, proses penunjukan cawapres dilakukan oleh parpol dan gabungan parpol pendukung Jokowi. Mereka mengusulkan JK karena kalkulasi politik untuk menang pada Pilpres 2014.

Testimoni Hasto tidak bisa dianggap kabar angin. Testimoni ini harus ditindaklanjuti, baik oleh institusi Polri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Testimoni juga tidak boleh disikapi sebagai instrumen politik yang bermaksud melakukan pembunuhan karakter terhadap Abraham Samad (AS).

Testimoni Hasto itu juga tidak sepatutnya ditempatkan secara pragmatis sebagai bentuk pelemahan terhadap KPK, pasalnya, jika ada sikap kritis atau testimoni terhadap sepak terjang para “punggawa” KPK, lantas dinilainya sebagai bentuk pelemahan, maka hal ini selain tak ubahnya dengan menempatkan KPK sebagai institusi yudisial yang mempunyai hak imunitas mutlak dari kesalahan, baik kesalahan karena melakukan pelanggaran etik maupun pelanggaran hokum, juga berpeluang besar menyumbat sikap kritis masyarakat.

Kita coba buka rekam jejak AS saat jelang Pilpres 2014, dimana ketika itu sangat gencar diberitakan di berbagai media massa tentang kemungkinan AS mencalonkan atau dicalonkan menjadi cawapres. Pemberitaan yang ada, tidak pernah memuat adanya kepastian, bahwa AS mencalonkan diri jadi wapres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun