Saya ingin membuka mata kepada semua orang, bahwa seorang guru mempunyai potensi besar bukan hanya sebatas
memberikan materi dalam ruang kelas apalagi menjelang hajat lima tahunan nanti.
Kita semua harus sadar bahwa hidup yang bebas sebagai dasar kemerdekaan di suatu negeri itu tanpa ada yang mengekang, menuntut, memberikan intervensi kepada pihak lain, dalam hal ini hak asasi sebagai manusia.
Sehingga kita sebagai manusia yang merdeka bisa kuat dalam fisik dan jiwanya benarlah apa yang diungkapan oleh Prof Haedar Nashir ketua PP Muhammadiyah "Bangun fisik, tetapi juga bangun jiwanya. Jangan sampai Indonesia kuat raga fisiknya, tapi lemah jiwanya".
Bahkan dengan menentukan hak pilih atas dasar pilihan hati nurani yang sudah kuat jiwa raganya untuk memilih seorang pemimpin menjelang tahun politik 2024 nanti karena itu yang menentukan bangsa ini kuat.
Terlebih pada bahasan kali ini saya ingin membuka pandangan bahkan mungkin tantangan atau bisa jadi ujian kepada para guru muda seluruh-Indonesia dimanapun berada, untuk tetap di jalur independent agar menahan hasrat lima tahunan ini di hari kemerdekaan yang berhadapan tahun politik.
Dengan begitu saya memaparkan lebih jauh beberapa point yang bisa menjadi pandangan ataupun referensi bahkan mungkin menjadi sikap siapapun anda orangnya.
Yang pertama mengenai dengan Netralitas Politik. Tantangan untuk tetap netral dan tidak memihak pada parpol tertentu ataupun salah satu calon peserta pemilu agar suasana pembelajaran tetap objektif dan menghindari potensi konflik dengan siswa-siswi rekan kerja, atau orangtua murid.
Selanjutnya yaitu Mengatasi Sentimen Politik. Guru muda harus bisa mengelola beragam sentimen politik yang mungkin ada di kalangan siswa dan rekan kerja.
Ini memerlukan keterampilan komunikasi yang baik dan kemampuan untuk menciptakan ruang yang inklusif.