Tulisan ini berawal dari hasil refleksi saya setelah melakukan kunjungan ke Suku Dayak Losarang Hindu-Budha Bumi Segandu yang berada di Kabupaten Indramayu Jawa Barat, komunitas ini biasa disebut Dayak Losarang. Dalam tulisan ini saya tidak berbicara sejarah Dayak Losarang, tapi gagasan komunitas ini mengenai RK (Rukun Keluarga). RK tidak terdapat dalam struktur pemerintahan Indonesia, karena struktur terendah adalah RT (Rukun Tetangga). Padahal kita tahu bahwa sebuah pembangunan karakter bangsa itu harus diawali dengan pondasi diri yang kuat dengan cara mengoptimalkan RK. Lemahnya kepedulian pemerintah terhadap RK menimbulkan banyak masalah, sekarang banyak orang melakukan kekerasan dengan latar belakang yang berbeda, penyebabnya adalah karena kita tidak pernah belajar RK. Keberadaan RT (Rukun Tetangga) tidak akan terwujud kalau di dalam lingkup terkecil yaitu keluarga tidak rukun. RK menjadi pondasi mendasar yang harus diperhatikan pemerintah sehingga terwujud Indonesia yang rukun tanpa adanya kekerasan.
Rukun Keluarga dan Dayak Losarang
Konsep RK yang akan saya paparkan tidak berangkat dari sebuah teori besar, tapi akan saya ceritakan bagaimana sebuah komunitas kecil yang menerapkan konsep RK dalam kehidupannya. Komunitas ini bernama Dayak Losarang dengan ajaran utamanya adalah kembali ke alam, mereka menilai alam bukan sebagai objek, tapi mencoba untuk menyatu dengan alam. Mereka menganggap alam sebagai sumber kehidupannya, mayoritas pengikut Dayak Losarang adalah petani dan makanan utamanya berasal dari hasil pertanian. Kemudian dalam komunitas Dayak Losarang ada tiga macam penamaan pengikutnya, yaitu: pertama, preman adalah pengikut Dayak Losarang yang masih menggunakan pakaian seperti manusia pada umumnya. Kedua, seragam yaitu pengikut Dayak Losarang yang berpakaian serba hitam. Ketiga, dayak yaitu pengikut Dayak Losarang yang kesehariannya hanya menggunakan celana pendek dengan warna hitam-putih dan telanjang dada. Untuk mengetahui konsep RK dalam komunitas Dayak Losarang saya berdialog dengan salah satu pengikut Dayak Losarang bernama Hana[1], ia menuturkan bahwa negara akan kehilangan hukumnya dan agama pun tinggal simbolnya saja. Kehancuran dua institusi ini disebabkan oleh manusia itu sendiri yang tidak mengenal dirinya. Manusia tidak pernah ngaji diri sehingga yang ada hanya sikap sombong untuk menang sendiri. "Saya sebagai kepala keluarga memiliki kewajiban untuk mengabdi kepada istri dan anak, istri adalah sebagai ratu yang harus selalu dilayani dengan baik jangan sampai kita menyakitinya. Kita tidak boleh memberi beban lebih kepada istri, tapi bagaimana kita bisa meringankan beban mereka," ujar Hana.
Keluarga bagi Dayak Losarang menjadi barometer kesuksesan dalam menjalankan sebuah kehidupan. Mereka tidak memikirkan urusan orang lain terlebih dahulu tapi menata keluarga, ini terlihat ketika dalam urusan dapur laki-laki tidak canggung untuk memasak. Saya melihat kehidupannya sangat rukun, karena memang mereka membuat pondasi dasar dari RK."Kalau Anda ingin tahu mengapa banyak kekerasan di mana-mana, penyebabnya adalah di lingkup keluarga mereka tidak membangun pondasi kerukunan. Logikanya bagaimana masyarakat bisa menerapkan RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga) kalau di keluarganya saja tidak rukun," lanjut Hana.
Saya sangat antusias mendengar penjelasan Hana mengenai konsep RK, karena memang mereka bukan sebatas berteori layaknya para akademisi yang hanya pandai teori minim praktek. Saya melihat kehidupan keseharian mereka sangat rukun, bagi mereka perceraian adalah sebuah pantangan. Sehingga ketika RK sudah terbangun dengan baik, dengan orang lain pun mereka sangat ramah. Keberadaan komunitas ini kadang masih diangap aneh oleh warga sekitar karena memang memiliki kebiasaan dan ajaran yang berbeda dengan warga sekitar. Tapi Dayak Losarang tidak menutup diri terhadap orang lain mereka sangat terbuka, setiap ada tamu mereka jamu dengan maksimal tidak melihat tamu dari suku, ras, atau agama manapun. Inilah sebuah implementasi konsep RK yang berimplikasi pada kehidupan yang humanis tanpa adanya kekerasan.
Ngaji Diri
Sekarang kita harus belajar lagi ke Dayak Losarang bagaimana cara membangun RK . dalam membangun RK ada hal penting yang mesti kita tahu yaitu tentang ngaji diri[2], untuk memahami ngaji diri saya berdialog dengan pengikut lain yang bernama Darsim atau biasa dipanggil wa Dayak. Untuk menjelaskan ngaji diri, wa Dayak menjelaskan simbol-simbol yang melekat pada komunitas Dayak Losarang. Ia menjelaskan simbol gelang yang ia gunakan di pergelangan tangan dan kaki adalah sebagai pengikat bahwa dirinya harus selalu melakukan kebaikan. Ketika ia mempunya niatan tidak baik, ia langsung melihat gelang yang berada di pergelangannya, karena gelang itu sebagai pengikat atau saksi bahwa ia akan selalu melakukan kebaikan. Gelang di tangan diartikan wa Dayak, bahwa kita jangan suka mengambil barang yang bukan hak kita. Sedangkan gelang di kaki artinya kita harus melangkahkan kaki ini ke jalan yang benar.
"Mengapa pengikut Dayak Losarang tidak memakai sandal? Karena dengan menggunakan sandal kadang kita mempunyai niatan untuk mencari alas kaki yang lebih baik. Sehingga dengan tidak mengenakan alas kaki tidak tergiur untuk mencuri atau memiliki alas kaki yang bagus,"kata wa Dayak.
Ia melanjutkan, makna warna hitam-putih adalah, bahwa hidup itu pasti saling bertentangan---ada siang ada malam, ada kebaikan ada keburukan. Putih melambangkan langit, sedangkan hitam melambangkan bumi kemudian di tengah-tengah ada pusar yaitu keberadaan manusia diantara langit dan bumi. Keberadaan manusia di tengah-tengah ini mengajarkan kepada kita bahwa dalam menjalankan hidup ini harus seimbang.
Manusia kadang memiliki sikap selalu mengeluh, diberi panas bilangnya panas terus, diberi hujan bilang hujan terus. Untuk itu di Dayak Losarang diajarkan ritual kumkum (merendam), ritual ini dilakukan pada malam hari, ini untuk ngaji diri  menyatu dengan alam, merasakan dinginnya malam. Saat siang hari ada ritual pepe (menjemur) yang dilakukan dengan cara tidur terlentang dengan wajah menatap sinar matahari. Ritual ini sebagai pembelajaran agar lebih bersahabat dengan panasnya sinar matahari. Jadi ritual kumkum dan pepe dilambangkan warna hitam-putih pada pakaian Dayak Losarang, kita sebagai manusia yang berada di antara hitam-putih itu harus bisa menyeimbangkannya.