Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... -

Saya adalah lulusan fakultas hukum yang menyukai IT. Menulis hanya untuk mengisi waktu luang dan mencurahkan gagasan yang terpendam di otak agar tidak mampet.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pak BeYe dan Gerombolan Kerbaunya

24 Januari 2011   13:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:14 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295874847108015171

Belakangan ini semakin banyak saja kasus-kasus yang memperlihatkan kebobrokan penegakan hukum di Indonesia. Melihat kondisi penegakan hukum sekarang ini, jangankan saya, anda pun pasti akan kesal, marah dan makan hati melihatnya. Begitu mudahnya hukum di negara ini diperjual belikan sehingga boleh dikatakan berapapun kekayaan negara yang dijarah oleh koruptor, hukuman mereka tiada bedanya dengan hukuman untuk maling kambing atau pencuri motor. Ada tahanan yang merenovasi kamar tahanannya bagaikan kamar hotel berbintang lima seperti Artalyta. Tahanan pun bisa keluar masuk penjara dengan menyuap penjaganya seperti Gayus Tambunan. Bahkan saya pernah membaca beberapa waktu yang lalu ada yg menyewa orang untuk menggantikannya dalam penjara. Dimana letak keadilan di negeri ini kalau semua bisa dibeli begitu mudahnya dengan uang?

Banyak kasus-kasus besar di negara ini yang begitu mudah lenyap seiring munculnya isu dan kasus baru, yang kata orang itu adalah pengalihan isu. Mulai dari kasus skandal Bank Century sampai kepada kasus mafia pajak yang melibat Gayus Tambunan, semua ini masih belum jelas penyelesaian akhirnya. Bandingkan dengan kasus terorisme dan kejahatan seksual, aparat hukum di negara ini sangat reaktif jika muncul informasi mengenai masalah ini. Sehingga mereka pun telah menyamakan tokoh agama dan penjahat kelamin dalam satu sel.

Dalam keprihatinan saya terhadap penegakan hukum di negara ini saya teringat janji Presiden SBY atau Pak Beye yang pada kampanye pemilihan presiden 2009 menyatakan akan selalu berada di barisan paling depan dalam hal pemberantasan korupsi. Tapi kenyataannya apa yang terjadi sekarang? Kasus skandal Bank Century makin tak jelas penyelesaiannya, sementara kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan makin melebar. Padahal sudah ada satgas pemberantasan mafia hukum dan semenjak 3 bulan yang lalu para pembantu presiden seperti Kapolri, Jaksa Agung dan ketua KPK sudah diganti dengan yang baru. Namun belum ada gebrakan luar biasa dalam pemberantasan korupsi di negara ini yang sudah semakin kronis. Apa yang dijanjikan sebelum ini hanya impian kosong belaka karena realisasinya jauh dari kenyataan.

Apakah para pembantu presiden ini tidak punya inisiatif untuk membuat gebrakan dalam tindakan pemberantasan korupsi di negara ini? Kalau mereka selalu menunggu instruksi dari atasannya dalam melaksanakan tugasnya, berarti mereka tiada bedanya dengan kerbau. Kalau menyuruh kerbau bekerja memang harus diperintah tuannya atau dicambuk terlebih dulu. Apakah mereka ini memang mau disamakan dengan kerbau?

Berbicara mengenai kerbau, saya juga teringat dengan sebuah peribahasa yang berbunyi, “Bagaikan kerbau yang dicucuk hidungnya.” Kerbau yang dicucuk hidungnya dan diikat dengan tali biasanya selalu akan mengikuti tuan yang menarik tali dan mencambukinya. Dalam hati saya berkata, jangan-jangan para pembantu presiden ini memang seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Mereka yang bersifat seperti kerbau yang dicucuk hidungnya ini biasanya sangat patuh dan takut dengan tuan atau atasannya, sampai-sampai tidak berani berbuat sesuatu yang bertentang dengan keinginan atasannya, dalam arti kata kurang kreatif dan tidak punya inisiatif.

Bayangkan bagaimana jadinya penegakan hukum di negara ini kalau kebanyakan aparat hukumnya bermental seperti kerbau. Aparat hukum di negara ini terkesan lamban bertindak dan suka tebang pilih dalam menyelesaikan kasus. Jika suatu kasus melibatkan pihak yang berlawanan dengan penguasa, prosesnya sangat cepat. Tapi jika suatu kasus melibatkan pihak yang dekat dengan kekuasaan maka ceritanya akan lain. Aparat hukum di negara ini seolah-olah hanya bereaksi dan bertindak setelah ada perintah atasan atau karena tekanan publik, ini tiada beda sifatnya dengan kerbau yang dicambuk dulu baru bekerja. Sangat disayangkan jika presiden di negara ini punya pembantu bermental kerbau. Atau, apakah gerombolan bermental kerbau ini memang sengaja dipelihara untuk menjaga kepentingan politiknya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun