Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... -

Saya adalah lulusan fakultas hukum yang menyukai IT. Menulis hanya untuk mengisi waktu luang dan mencurahkan gagasan yang terpendam di otak agar tidak mampet.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merayu Gaya Malaysia

15 Januari 2010   14:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:26 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Anda pernah merayu kekasih, pasangan, atau orang yang anda sayangi? Atau dirayu seseorang? Mungkin pernah atau sering kali ya. Kalau saya di Malaysia lain lagi ceritanya, saya disuruh merayu pimpinan program pascasarjana di kampus saya. Tentu saja saya bingung, apakah perlu pakai rayuan gombal seperti yang dilakukan oleh pasangan muda mudi di Indonesia? Begini ceritanya, ketika saya baru mendaftar di kampus ada pengumuman bahwa mahasiswa yang membuat tesis dalam bahasa Inggris dikenakan biaya kursus bahasa Inggris sebesar RM.1.500,-. Tapi bagi yang menulis dengan bahasa Melayu atau Arab dibebaskan dari biaya itu asalkan merayu pimpinan Pusat Pengajian Siswazah (kalau di Indonesia namanya program pascasarjana). Tentu saja saya bingung, sebab menurut pemahaman saya yang bukan pakar bahasa ini di Indonesia merayu itu adalah perbuatan membujuk yang dilakukan seseorang terhadap pasangannya atau lawan jenis. Kebetulan pimpinan lembaga itu adalah lelaki, saya pun jadi mual bercampur geli. "Ihhh, gua disuruh merayu sesama lelaki, emang gua cowok apa'an, masak jeruk makan jeruk" kata saya dalam hati. Dengan rasa penasaran saya pun bertanya kepada kawan yang lebih senior tentang bagaimana cara merayu pimpinan program pascasarjana tadi. Kata teman saya, "Ya, kamu buat surat lah." Lho, kok pakai surat? Surat cinta ya? Saya pun makin bertambah heran. Akhirnya teman saya menjelaskan bahwa merayu di Malaysia kalau di Indonesia sama dengan membuat permohonan, jadi saya harus buat surat permohonan lah. Oooh... gitu ya. Hampir saja saya salah paham. Jadi kesimpulannya kalau menemukan perbedaan bahasa yang dapat menimbulkan kesalahpahaman jangan langsung mengambil kesimpulan sendiri, sebaiknya minta saran dan pendapat kawan-kawan atau orang yang berpengalaman. Ingat, kesalahpahaman seringkali menimbulkan konflik. Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun