Mohon tunggu...
Abdul Rahman Saleh
Abdul Rahman Saleh Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pustakawan di Institut Pertanian Bogor

Bekerja di Perpustakaan IPB sejak tahun 1982 dan kini sudah menduduki jabatan Pustakawan Ahli Utama di perpustakaan yang sama

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Presiden Baru, Menteri Baru, Harapan Baru

25 Oktober 2019   02:00 Diperbarui: 25 Oktober 2019   02:06 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti diketahui bahwa sejak bulan November 2017 di semua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berada di bawah Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tidak lagi ada pustakawan yang dipromosikan menjadi Pustakawan Ahli Utama.

Pustakawan Ahli Utama (Pustama) merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi karier pustakawan. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Kemenristekdikti c/q Biro SDM Kemenristekdikti dengan Surat Edaran (SE) Kepala Biro SDM nomor 102318/A2.3/KP/2017. Salah satu butir dalam SE tersebut adalah melarang PTN mengusulkan kenaikan jabatan dari Pustakawan Ahli Madya menjadi Pustama.

Alasannya adalah di lingkungan Kemenristekdikti tidak ada atau tidak tersedia formasi bagi Pustama. Padahal jabatan Pustama tersebut merupakan jabatan tertinggi yang menjadi dambaan setiap pemangku jabatan fungsional pustakawan. Dan selama ini justru di PTN lah yang paling banyak memiliki calon-calon pemangku jabatan tersebut.

Sejak hari Rabu (23/10/2019) kemarin Presiden Jokowi mengumumkan nama-nama Menteri beserta nomenklatur Kementerian yang baru. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi berganti menjadi Kementerian Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional.

Dengan nomenklatur kementerian yang baru tersebut dapat diduga bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi akan dikembalikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menteri barunya adalah Nadiem Makarim.

Hal penting kedua adalah dalam pidato pelantikan Presiden Jokowi pada tanggal 20/10/2019 dinyatakan dengan jelas bahwa jabatan struktural akan dibatasi. Bahkan hanya ada dua tingkat eselon saja yaitu eselon 1 dan 2 atau yang disebut Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama dan JPT Madya saja. Sedangkan eselon di bawahnya akan dipangkas atau dihapuskan. Sebaliknya, yang akan dikembangkan justru jabatan fungsional dengan basis kompetensi.

Jabatan Fungsional Pustakawan (JFP) merupakan salah satu jabatan fungsional berbasis kompetensi yang sudah dikembangkan sejak tahun 1988 yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 18 tahun 1988. Perkembangan jabatan ini sudah terjadi sedemikian maju dan aturannya juga sudah berkali-kali disesuaikan. Peraturan terbaru untuk JFP adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenpanRB) nomor 9 tahun 2014.

Pidato Presiden dan Pengumuman Menteri sekaligus nomenklatur baru Kementerian tersebut memberikan harapan baru bagi para pustakawan. Pustakawan PTN  di bawah Kemenristekdikti yang sejak November 2017 terhenti di Jabatan Pustakawan Ahli Madya tentu berharap situasi demikian akan membuka kembali peluang untuk promosi ke jabatan Pustakawan Ahli Utama.

Kita boleh berharap Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang baru akan mengeluarkan kebijakan baru yang sesuai harapan para pustakawan. Pasalnya pembatasan yang selama ini terjadi hanya berlaku di PTN yang berada di bawah Kemenristekdikti saja. Sedangkan pustakawan yang berada di bawah kementerian lain tetap bisa melenggang ke Pustakawan Ahli Utama.(ARS)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun