Berita sana-sini, menggambarkan betapa mudahnya suatu hal bisa terkenal, tak hanya lokal, melainkan sampai seluruh dunia. Tiap detik, selalu muncul berita baru lewat kecepatan jari-jemari ini. Seakan tak tahu efek/dampak dari menulis berita itu, tetap disebar kemana-mana. Yang awam, yang jenius, pun berlomba-lomba untuk memercayainya.
Sosial media, sungguh membantu. Tanpa sosial media, pemirsa khalayak sekalian akan jenuh dengan tampilan televisi, yang diselingi iklan-iklan yang sangat merayu pemirsa untuk merebutnya. Bahkan, iklan pun lebih lama dibanding acara televisi itu sendiri. Tak hanya di televisi, di internet pun, iklan berjubel. Apa saja ditawar. Walau belum tentu ada pembeli, tetap ditawar terus para pengguna internet ini. Ya.... begitulah.Â
Inilah yang dirasakan generasi era 2000-an. Generasi yang sangat melek teknologi, tapi tidak pernah menyesali dampak negatif yang terjadi. Semua digunakan, semua dipakai, semua di-instal, semua di-running, untuk kepentingannya sendiri. Akhirnya, 15 tahun kemudian, di tahun 2015, barulah dampak negatif itu mulai berdatangan. Menerpa sana-sini, khususnya anak muda.Â
Yang jenius pun kena terpa pula. Sejenius apapun, pastilah pernah jatuh. Apalagi yang awam, harus pernah mengalami jatuh. Jatuh ini, bukan dalam artian fisik, melainkan metal pula. Serta artian lain. Luas maksudnya.Â
Nah.... kembali ke topik utama. Akik. Benda kecil nan mengagetkan. Ya..... yang dulunya sangat terjangkau dengan harga terjangkau, kini tetap terjangkau. Tapi melonjak tinggi. Pameran, lomba, lelang, semua diadakan untuk memeriahkan akik. Batu yang memiliki warna berkilau, yang diidamkan kalangan tempo dulu, pemuda pun ikut-ikutan mengidamkan ini. Turis luar negeri pun terkesima dan mengidamkan batu ini. Walau di luar negeri batu ini bisa ditemui, tapi di Indonesia, Tanah Air Beta, banyak sekali jumlah dan jenisnya. Dari Sabang-Merauke. Diekspor keluar negeri bahkan batunya. Tak hanya bahan tambang dan rempah yang diekspor, batu pun diekspor. Kaya betul negeri ini. Jadi, kurangi mengeluh. Banyaklah bersyukur..... belum tentu negara lain bisa memiliki semua ini. Kita jangan hanya menonton dan menyerahkan kekayaan alam kita ke negara lain, kita yang harus belajar dan mengelola kekayaan alam kita ini untuk masa depan kita dan anak cucu kita!
Tapi, sayang.... Tersandung masalah Rupiah. Mata uang kebanggaan kita ini, mulai merosot. Melemah. Kalaupun naik, sedikit. Turunnya banyak. Disuntik investasi dan pelonggaran kebijakan, masih naik turun tak tentu. Semua masyarakat, yang kaya, yang miskin, merasakan. Yang kaya bingung, mau dibawa kemana uang mereka, begitu Rupiah dan saham anjlok, disertai mahalnya harga bahan pokok makanan dan biaya transportasi, serta mahalnya biaya tanah dan rumah. Semua sedang menahan. Daya beli tertekan. Inilah yang masih dipikirkan banyak orang. Mereka masih berharap, Rupiah bisa naik kembali, berjaya di posisi tertinggi, tanpa dihambat dan digoyang sedikitpun. Tapi, kalau eksternal, masih kuat badainya, yang internal pun terpental karena badainya itu. Jadi, satu hal negatif terjadi, merambat ke yang lain.Â
Yunani mulai berbenah. Negara di sekitarnya juga berusaha keras, walau diterjang badia pengungsi dari Timur Tengah. Mereka tetap menyediakan tempat khusus untuk pengungsi, disamping suaka. Walau kadang, warga sempat menyatakan hak mereka kepada pemerintah, tapi tetap pemerintah memberi keadilan, baik warga maupun pengungsi. Disamping bayang-bayang efek yang akan terjadi kedepan. Jutaan pengungsi datang, mempertaruhkan nyawa mereka di Laut Mediterania, hingga sampailah mereka di Yunani, Pemerintah Yunani tetap menyambut dan menampung mereka, disaat ekonomi mereka fluktuatif. Sungguh ringan tangan mereka. Tetap tersenyum walau kepikiran.
Cina pun juga berbenah. Walau sempat turun indeks manufaktur mereka, tetap mereka berinovasi. Mengandalkan kepintaran otak para penemu-penemu mereka, asli negara itu, mereka memberi insentif dan perlindungan intensif pada hasil karya lokal. Dan tetap ekspor ke negara-negara yang memungkinkan untuk menerima produk mereka. Cadangan devisa mereka besar, tapi mereka juga menjaga agar dmapak pelemahan ekonomi tidak menyedot devisa mereka. Inilah.... pelajaran bagi kita. Tetap usaha walaupun keadaan anjlok.
Rupiah masih berjuang, Akik malah tersenyum. Inilah dilema tahun ini. Ada kalanya naik, ada kalanya turun sekali. Usahakan kita, sebagai generasi penerus bangsa, baik yang masih SD, maupun perguruan tinggi, atau yang sudah bekerja atau pensiun, ayo. Kita ini adalah salah satu dari 255 juta penduduk Indonesia, dan salah satu dari sekitar 7 Milyar manusia di bumi. Kita, bisa menciptakan suatu karya terbaik. Walau kecil, tapi besar manfaat untuk negeri ini dan bumi ini. Yunani pun berusaha keras, Cina juga keras sekali disiplinnya, Kita? Harus lebih dan lebih keras dan tegas untuk menggapai kursi dan posisi yang bergigi.Â
Â
Salam sukses, semoag 2016 nanti, 1 bulan kemudian, lebih makmur dan jaya Rupiah, dan Negeri ini!