Nahdlatul Ulama (NU), organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, tidak hanya lahir dari kebutuhan domestik umat Islam Nusantara. NU juga berdiri sebagai respons terhadap dinamika global yang terjadi pada awal abad ke-20, salah satunya adalah runtuhnya Kekhalifahan Turki Usmani. Peristiwa ini menjadi momentum yang menggugah kesadaran ulama-ulama Nusantara untuk mengambil peran lebih besar dalam menjaga agama dan peradaban Islam di tengah arus modernisasi dan kolonialisme.
Kekhalifahan Turki Usmani: Pelindung Umat Islam Dunia
Selama lebih dari enam abad, Kekhalifahan Turki Usmani menjadi simbol kekuatan politik, militer, dan agama umat Islam di dunia. Kekhalifahan ini berfungsi sebagai pelindung bagi umat Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Asia, Afrika, dan Eropa. Turki Usmani tidak hanya menjadi pusat pemerintahan, tetapi juga pusat keilmuan dan peradaban Islam yang menginspirasi banyak wilayah Muslim, termasuk Nusantara.
Namun, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Kekhalifahan Turki Usmani mulai melemah akibat berbagai faktor, termasuk tekanan dari negara-negara Eropa, korupsi internal, dan kemunduran ekonomi. Kekalahan Turki Usmani dalam Perang Dunia I menjadi puncak dari keruntuhan kekhalifahan tersebut. Pada tahun 1924, Mustafa Kemal Atatrk secara resmi membubarkan Kekhalifahan, mengubah Turki menjadi negara sekuler, dan menghapus peran kekhalifahan sebagai pelindung umat Islam.
Dampak Kekalahan Turki Usmani terhadap Umat Islam Nusantara
Runtuhnya Kekhalifahan Turki Usmani membawa dampak besar bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk Nusantara. Umat Islam di Nusantara kehilangan figur pelindung global mereka. Kekalahan ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan ulama tradisional bahwa modernisasi dan sekularisasi akan mengikis tradisi Islam dan memarginalkan umat Islam di tengah kolonialisme Belanda.
Para ulama di Nusantara, yang terhubung erat dengan jaringan ulama Timur Tengah melalui jalur haji dan pendidikan, merasakan bahwa mereka harus mengambil tanggung jawab lebih besar dalam menjaga tradisi Islam. Mereka melihat bahwa situasi global ini memerlukan organisasi yang mampu menjadi benteng pertahanan agama sekaligus menawarkan solusi bagi umat Islam di Nusantara.
Nahdlatul Ulama: Respon Lokal terhadap Dinamika Global
Pada tahun 1926, KH Hasyim Asy'ari bersama sejumlah ulama lainnya mendirikan Nahdlatul Ulama di Surabaya. NU didirikan sebagai organisasi yang bertujuan untuk mempertahankan ajaran Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah, memperkuat pendidikan Islam, serta menjadi wadah perjuangan umat Islam dalam menghadapi tantangan zaman.
Respon NU terhadap kekalahan Turki Usmani tidak hanya berfokus pada menjaga tradisi agama, tetapi juga mengembangkan pendekatan Islam yang relevan dengan konteks lokal Nusantara. NU mengusung konsep Islam Nusantara, yaitu Islam yang memadukan ajaran agama dengan kearifan lokal tanpa kehilangan esensi ajaran Islam itu sendiri.