Inilah pesan Bung Karno dalam memilih pemimpin bagi bangsa Indonesia. Ternyata untuk memilih pemimpin bangsa ini tidak perlu kita menjelaskan sampai berbusa-busa dengan ayat-ayat suci Al-qur'an dan hadits. Cukup membuka lembaran-lembaran sejarah para pendiri bangsa. Di sana sudah terlihat dengan jelas bahwa "Jika engkau mencari pemimpin, carilah yang dibenci, ditakuti atau dicacimaki asing. Karena itulah yang benar."
Seandainya Bu Mega membaca pesan Bung Karno ini, mungkin Bu Mega akan berfikir seribu kali untuk mencalonkan Jokowi sebagai presiden Indonesia periode 2014-2019. Kenapa? Sebab sewaktu Jokowi jadi walikota Solo, dia dipuji setinggi langit oleh sebuah lembaga di London sebagai walikota terbaik diseluruh dunia. Pujian yang sangat bombastis sekaligus ironis. Disaat angka kemiskinan di Solo yang terus meningkat selama dipimpin Jokowi. Justru sang walikota dinobatkan sebagai walikota terbaik di dunia. Tapi sayang, Bu Mega tak peduli dengan kata-kata orang tuanya sendiri. Dan akhirnya mencapreskan Jokowi demi kemenangan semu.
Betul kata JK, "Hancur negara ini kalau Jokowi dicapreskan." Tapi walaupun sudah tahu negara ini akan hancur kalau Jokowi dicapreskan, eeh... malah dia mendukung kehancuran negara ini dengan menjadi wakil Jokowi. Bahkan harus rela membayar mahar 10 trilyun rupiah (Kata Sabam Sirait). Gila. Dan ternyata, statemen JK benar adanya. Lihatlah partai-partai pendukung Jokowi, hancur berantakan. PKB, Nasdem dan Hanura semuanya terpecah belah.
Lain Indonesia lain pula Malaysia. Di pertengahan tahun 90-an, tepatnya tahun 1995, Malaysia masih dipimpin Perdana Menteri (PM) Dr. Mahathir Muhammad dengan timbalannya (wakil) sekaligus Menteri Keuangan Anwar Ibrahim. Anwar Ibrahim dipuji setinggi langit oleh ratu Elisabeth sebagai menteri keuangan yang paling jujur di muka bumi. Posisi Anwar sangat strategis, selangkah lagi dia akan menggantikan Dr. M sebagai PM Malaysia.
Tapi apa lacur, tak sampai setahun, tepatnya di akhir 1995 Anwar Ibrahim dipecat dan dijebloskan ke dalam penjara dengan kasus aneh. Ya, benar-benar aneh. Kalau pejabat tinggi Indonesia masuk penjara karena korupsi, Anwar Ibrahim masuk penjara karena kasus liwath alias sodomi. Kasus yang mulai marak terjadi di Indonesia. Sebetulnya keputusan memecat Anwar Ibrahim dari jabatan timbalan perdana menteri bukanlah keputusan yang populer bahkan cenderung kontroversial, terutama bagi pendukung Anwar. Tapi Dr. M tetap keukeuh dengan keputusannya. Dan ternyata keputusan itu memang benar adanya.
Tahun 1997, ketika terjadi krisis moneter, Dr. M dengan tegas menolak bantuan IMF. Seandainya Anwar masih menjadi menteri keuangan, tentu mereka akan dengan senang hati menerima uluran tangan IMF. Sama seperti yang dilakukan Indonesia dan Thailand. Akhirnya sejarah pun mencatat, Malaysia lebih cepat keluar dari krisis tanpa bantuan asing. Dan sekarang mereka berlari kencang meninggalkan kita menjadi negara maju yang mandiri. Sedangkan kita, terus termehek-mehek didikte asing.
Nah, sekarang dihadapan kita ada dua pasang calon presiden yang siap bertarung menuju RI-1 dan RI-2. Pilihan ada di tangan anda. Apakah anda akan memilih capres yang dibenci, ditakuti dan dicacimaki asing dalam hal ini Prabowo. Atau anda akan memilih capres yang dipuja-puji asing yang akhirnya akan memperdayaimu dalam hal ini Jokowi. Semuanya terserah anda. Dan diakhir tulisan ini saya ingin nukilkan kata-kata almarhum Gusdur. Hanya orang bodoh yang mau meminjamkan buku dan hanya orang gila yang mau mengembalikannya. Jadi, hanya orang bodoh yang mau mencapreskan Jokowi dan hanya orang gila yang mau memilihnya.
Sekian. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H