Dulu ketika Kementrian BUMN dijabat oleh Dahlan Iskan ada rasa bangga di hati saya. Ya. Dahlan Iskan rutin menuliskan segala kegiatannya dalam memimpin BUMN yang berjumlah kurang lebih 142 perusahaan negara. Membereskan BUMN yang sakit sampai yang sudah koma dan mati suri. Semuanya ditulis dengan baik oleh Dahlan Iskan dengan Judul Manufacturing Hope. Melalui tulisan itu Dahlan Iskan ingin menularkan sebuah harapan. Bahwa bangsa Indonesia tidak jelek-jelek amat, masih ada harapan untuk memperbaiki bangsa Indonesia terutama melalui BUMN-BUMN ini. Banyak prestasi yang sudah dicapai BUMN kita, mulai dari BRI yang akan menjadi bank pertama yang mempunyai satelit sendiri. Sampai PT INUKI yang bisa memproduksi radioisotop yang banyak dipakai di dunia kesehatan. Dahlan Iskan juga dengan bangga mengatakan bahwa BUMN-BUMN ini bisa menjadi tangan kiri bagi negara. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh tangan kanan dalam hal ini APBN, bisa dilakukan oleh BUMN. Seperti misalnya penyediaan infrastruktur baik pembangunan jalan dan jembatan maupun waduk untuk irigasi bisa dilakukan oleh BUMN. Tak perlu mengundang BUMN ataupun perusahaan swasta dari Tiongkok untuk menggarap infrastruktur di Indonesia, cukup mengerahkan BUMN milik kita sendiri.
Kita juga bisa membaca bagaimana Dahlan Iskan melakukan efesiensi di kementriannya. Rapat-rapat di kementrian BUMN yang ternyata menyedot anggaran besar untuk konsumsi rapat dipangkas. Caranya dengan memanfaatkan teknologi yaitu membentuk grup-grup di BBM (Blackberry messenger). Rapat tetap jalan tanpa harus mengeluarkan banyak uang untuk konsumsi. Berbeda dengan yang dilakukan MenPAN saat ini yang mengharuskan rapat dengan konsumsi ubi atau singkong. Apa gunanya konsumsi ubi atau singkong, kalau ternyata harga ubi yang digunakan untuk rapat di MenPAN bisa di mark up.
Tapi itu dulu. Sekarang, setelah Kementrian BUMN dipimpin Rini Sumarno semuanya berubah. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Bu Rini pun tak ada sangkut pautnya dengan kinerja BUMN. Mulai dari melarang karyawati BUMN untuk memakai jilbab, diperbolehkannya warga negara asing untuk memimpin BUMN. Padahal koleganya di kabinet kerja (Ibu Susi) bersusah payah mengusir kapal-kapal asing dari laut Indonesia, eeh... Bu Rini malah mengajak orang asing untuk jadi nahkoda di BUMN. Aneh.
Dan kebijakan yang aneh lagi dari Bu Rini adalah rencana penjualan kantor kementrian BUMN. Tidak efisien katanya. Kalau kebijakan ini benar-benar terealisir, saya cuma mau menyarankan kepada Bu Rini, kenapa tidak jual Istana Merdeka saja. Rasanya tanggung kalau cuma kantor kementrian BUMN yang dijual. Biar nanti Jokowi menyewa tempat di Putra Jaya. Kalau seandainya Najib Razak tidak mau menyewakannya, cari tempat di Orchard Road saja seperti PETRAL. Dan Indonesiapun dikendalikan dari Singapura. Dengan kebijakan aneh Bu Rini ini, sekarang Kementrian BUMN berubah jadi semacam lembaga lelang Christie dengan moto jual, jual, jual.
Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H