Kalau kalian ingin sekali makan makanan Batak, kalian tidak akan mencarinya di rumah makan Padang. Dan sebaliknya jika kalian ingin sekali makan makanan Padang, kalian tidak akan mencarinya di rumah makan yang menyediakan makanan Batak bukan?
Tidakkah konyol jika ketika kalian ingin mencari makanan rendang di rumah makan Batak dan ternyata pramusaji mengatakan tidak ada, dan kalian marah-marah?
Demikian juga dengan kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat itu ada koridornya. Ada aturan-aturan yang kita harus sepakati bersama. Mari kita belajar sedikit tentang kebebasan berpendapat.
Sebenarnya esensi dari kebebasan berpendapat ada dua. Pertama dari faktor internal, kedua dari faktor eksternal. Kita akan mengejawantahkan kedua faktor ini.
Kedua faktor ini menjadi sebuah esensi yang membentuk kebebasan berpendapat.
Faktor internal
Kebebasan berpendapat adalah sebuah hal yang tidak bisa tidak, menjadi hak azasi manusia. Manusia hidup dan berpendapat. Manusia memiliki cara pandan dan pendapat yang berbeda-beda.
Manusia diciptakan secara unik. Faktor internal dari kebebasan berpendapat ada di dalam diri manusia. Manusia itu memiliki rasa, cipta, dan karya.
Manusia yang berbudaya, adalah manusia yang memberikan pendapat. Pandangan itu biasanya menjadi sebuah pandangan yang dibentuk dari pembentukan hidup manusia, dari waktu ke waktu.
Maka pendapat manusia itu muncul dari dalam diri, yang tentunya dipengaruhi oleh faktor eksternal, yang akan kita bahas kemudian. Faktor internal ini bicara tentang manusia ding an sich.